Alasan pemerintah hapuskan PBB non-komersial



JAKARTA. Pemerintah tengah mengkaji rencana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk bangunan non-komersial, alias rumah hunian biasa. Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, PBB cukup dibayar sekali waktu pembelian tanah dan atau bangunan, atau ketika beralih kepemilikan.

"Jadi ketika orang beli tanah. (PBB) Jangan tiap tahun. Supaya menimbulkan nasionalisme. Kalau bayar tiap tahun kesannya, ini tinggal di tanah siapa?" ungkap Ferry ditemui usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (2/2).

Ferry yakin penghapusan PBB atas bangunan non-komersial tidak akan banyak mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak. Menurut dia, sudah seharusnya ada perubahan pola pikir dalam mencari sumber-sumber penerimaan perpajakan.


Ferry menyebut, PBB masih bisa dikenakan pada bangunan komersial seperti rumah kontrakan, rumah kos, hotel, serta restoran, dan bangunan lain yang memiliki nilai komersial.

"Tapi kalau untuk permukiman menurut saya tidak bisa dikenakan, karena kan pajak bangunan. Menurut saya sekali saja waktu dia membangun," imbuh Ferry.

Selain untuk menimbulkan nasionalisme, Ferry menurutkan dengan dibebaskannya PBB ini menunjukkan bahwa pemerintah telah membangun paradigma baru, yakni menjadikan masyarakat sebagai tuan rumah di negeri sendiri.

Hal ini, lanjut dia, sekaligus menjawab kerisauan bahwa PBB menjadi instrumen alamiah yang bisa menggusur masyarakat dari permukiman awal tempat dia tinggal. "Dari rumah-rumah yang relatif bagus kawasannya, karena tingginya PBB tidak sanggup bayar, pindah dia," ucap Ferry.

Lebih lanjut dia bilang, untuk mengakomodir tujuan tersebut, pihaknya akan menyurati Kementerian Keuangan. Kedua kementerian akan mendiskusikan hal tersebut, untuk merevisi payung hukum.

Sebelumnya dikabarkan, pemerintah berjanji mengurai satu per satu hambatan bidang pertanahan dan perumahan. Satu contoh yang sedang dibahas serius Kementerian Agraria dan Tata Ruang adalah rencana penghapusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sebagai tahap awal, rencana ini berlaku bagi rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit. PBB dan BPHTB tetap dipungut bagi properti komersial, seperti hotel, restoran dan warung, serta properti dengan luas di atas 200 meter.

"Di bawah luas itu, BPHTB akan dihapus," kata Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Kamis (29/1). (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie