KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski batal mengeluarkan aturan pemblokiran IMEI tanggal 17 Agustus yang lalu, bukan berarti pemerintah mengurungkan niat menghadirkan beleid untuk membendung ponsel ilegal. Melalui Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Komunikasi dan Informasi tetap ngotot agar aturan pemblokiran IMEI ini keluar sebelum pemerintah periode pertama Presiden Jokowi berakhir. Untuk memblokir IMEI ilegal yang masuk ke Indonesia, pemerintah mendapatkan hibah perangkat dari Qualcomm berupa server dan program Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS). Program yang telah berganti nama menjadi Sistem Informasi Basis Database IMEI Nasional (SIBINA) merupakan platform open source yang digadang-gadang mampu mengidentifikasi, mendaftarkan, serta mengatur akses jaringan seluler lewat nomort IMEI perangkat ponsel. Dalam rilis, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian, Janu Suryanto, mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap keamanan SIBINA ini. Menurutnya, SIBINA hanya membutuhkan data ponsel seperti IMEI. Data IMEI yang masuk bisa melalui TPP atau Tanda Pendaftaran Produk, baik IMEI ponsel, komputer, tablet dan handheld. Data pemilik ponsel itu semua ada di operator.
Namun kenyataannya, SIBINA membutuhkan beberapa data dari operator seperti IMEI (International Mobile Equipment Identity), IMSI (International Mobile Subscriber Identity), MSISDN (Mobile Subscriber Integrated Services Digital Network Number), Radio Access Technology (RAT) dan tanggal ketersambungan dengan RAT. Jika salah satu data tersebut tidak ada maka platform tersebut tak bisa berjalan. Karena kebutuhan tersebut, Kemkominfo secara khusus meminta agar operator memberikannya. Kebutuhan akan data pribadi dari operator tersebut tertuang di draft RPM Pembatasan Akses Layanan Telekomunikasi Bergerak Selular pada Alat dan atau Perangkat Telekomunikasi.