KONTAN.CO.ID - Pilihan bacaan anak-anak di tahun 1980-an cukup terbatas. Hal ini diakui Alec Syafruddin, Direktur Kustodian Sentral Efek Indonesia. Dia bercerita, saat di bangku Sekolah Dasar (SD), orangtuanya hanya memperbolehkan dia membaca buku khusus anak-anak atau serial komik Petualangan Tintin sebagai hiburan. Lantaran isi komik petualangan wartawan berambut jambul itu lucu dan menghibur, Alec akhirnya ketagihan untuk membaca seri-seri berikutnya. Serial Tintin di Tibet menjadi cerita favorit Alec. "Untungnya ketika saya usia SD, buku Tintin yang beredar ceritanya bagus. Sebelumnya, komik itu sempat dicap rasis ketika menceritakan Petualangan Tintin di Kongo," ujarnya. Kegemaran Alec membaca Tintin tak berhenti hingga ia beranjak dewasa. Pria kelahiran Surakarta, tahun 1970 silam itu akhirnya mengumpulkan semua seri Tintin dalam Bahasa Indonesia. Komik Tintin yang menjadi koleksi Alec hanya dari penerbit INDIRA.
Alec Syafruddin ketagihan pernak-pernik Tintin
KONTAN.CO.ID - Pilihan bacaan anak-anak di tahun 1980-an cukup terbatas. Hal ini diakui Alec Syafruddin, Direktur Kustodian Sentral Efek Indonesia. Dia bercerita, saat di bangku Sekolah Dasar (SD), orangtuanya hanya memperbolehkan dia membaca buku khusus anak-anak atau serial komik Petualangan Tintin sebagai hiburan. Lantaran isi komik petualangan wartawan berambut jambul itu lucu dan menghibur, Alec akhirnya ketagihan untuk membaca seri-seri berikutnya. Serial Tintin di Tibet menjadi cerita favorit Alec. "Untungnya ketika saya usia SD, buku Tintin yang beredar ceritanya bagus. Sebelumnya, komik itu sempat dicap rasis ketika menceritakan Petualangan Tintin di Kongo," ujarnya. Kegemaran Alec membaca Tintin tak berhenti hingga ia beranjak dewasa. Pria kelahiran Surakarta, tahun 1970 silam itu akhirnya mengumpulkan semua seri Tintin dalam Bahasa Indonesia. Komik Tintin yang menjadi koleksi Alec hanya dari penerbit INDIRA.