ALFI beberkan masalah yang masih dihadapi perusahaan jasa pengurusan transportasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengungkapkan, perusahaan jasa pengurusan transportasi (PJPT) yang melayani pengiriman barang perdagangan antar pulau selama ini masih menghadapi beberapa masalah.

Masalah yang masih dihadapi, terbatasnya layanan kapal intersuler, tidak tepatnya jadwal pengapalan, terbatasnya sarana dan prasarana di Pelabuhan di daerah Indonesia Timur, rendahnya muatan balik dari Indonesia Timur dan mahalnya tarif pengapalan.

Yukki menyebut potensi muatan balik dari Indonesia timur sebenarnya ada. Namun yang perlu dilakukan ialah pemetaan komoditas yang ada secara detail.


"Selanjutnya perlu dibuatkan konsep manajemen rantai pasoknya, sehingga perdagangan Indonesia Barat dan Indonesia Timur bisa berimbang," jelas Yukki kepada Kontan.co.id pada Minggu (13/12).

Adapun Yukki menjelaskan semakin tinggi volume perdagangan domestik dan berimbang antar pulau, maka biaya logistiknya juga akan berkurang. Di mana biaya logistik domestik selama ini disebut masih cukup tinggi.

Baca Juga: Begini kata ALFI soal Permenag No 92 tahun 2020 tentang perdagangan antar pulau

Terkait Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 92 tahun 2020 tentang perdagangan antar pulau yang baru saja diluncurkan beberapa waktu lalu, Yukki menilai aturan tersebut belum sesuai dengan kebiasaan pengiriman perdagangan domestik.

Maka akibatnya, Permendag tersebut dinilai tidak implementatif karena tidak sesuai dengan alur bisnis dalam perdagangan antar pulau. "Kebijakan baru tersebut juga belum mendorong terbentuknya sistem perdagangan antar pulau yang efektif, efisien dan produktif," jelasnya.

Dari kajian ALFI, Permendag tersebut mengatur kewajiban pemilik barang (cargo owner) melampirkan daftar muatan (manifest), padahal yang paling tepat adalah Dokumen Angkutan Barang (DAB) perdagangan antar pulau.

Hal tersebut lantaran, DAB perdagangan antar pulau informasi lebih lengkap, seperti Bill of Lading (B/L), packing list, tally, asuransi, manifest dan dokumen pendukung lainnya.

"Sehingga perdagangan antar pulau dapat tercatat secara lengkap. Kebijakan inilah yang seharusnya tertuang dalam aturan main perdagangan antar pulau," kata Yukki.

Yukki menyampaikan yang jadi kekhwatiran ALFI adalah apabila sistem layanan elektronik dalam proses pengapalan perdagangan antar pulau belum siap, yang akan menganggu proses penerbitan manifest-nya oleh transporter, di mana akhirnya forwarder yang bisa menjadi korban.

Baca Juga: Bisnis logistik dan jasa kurir menggeliat di tengah pandemi

"ALFI berharap dalam membuat kebijakan perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, agar kebijakan perdagangan dapat diterapkan dengan baik. Dengan adanya UU Cipta Kerja dan segera terbit PP Cipta Kerja, Kementerian Perdagangan berkesempatan untuk merevisi Permendag Perdagangan Antar Pulau," jelasnya.

Meski demikian, pada dasarnya ALFI tetap mendukung upaya Kementerian Perdagangan dalam membangun sistem perdagangan antar pulau, namun ditekankan perlu adanya pemetaan seluruh proses alur bisnis, sehingga kebijakan yang diterbitkan nantinya benar-benar bermanfaat untuk negara.

"Dengan demikian perdagangan antar pulau tercatat asal dan tujuannya, tercatat jenisnya, tercatat nilai transaksinya dan bahkan bisa mencegah terjadinya illegal trading," ujar Yukki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto