JAKARTA. Panitia atau Komite Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat memanggil Ali Masykur Musa. Peserta konvensi itu diminta mengklarifikasi dugaan penipuan sebesar Rp 23 miliar yang dilakukan mitra organisasinya, Bendahara Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ferry Setiawan. Jika terbukti menikmati dana penipuan itu, Ali terancam dicoret dari peserta konvensi. "Setiap peserta konvensi ada pakta integritas. Klarifikasi untuk menegakkan pakta integritas," kata Anggota Komite, Humprey Djemat di Kantor Sekretariat Komite, Jalan Pati Unus No 75, Jakarta, Selasa (19/11) kemarin. Humprey Djemat menuturkan, klarifikasi tersebut untuk meluruskan pemberitaan yang beredar belakangan ini yang merupakan bagian dari penegakan etik.
Ali Masykur Musa saat ini masih menjabat Ketua Umum ISNU. Mantan Politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini juga masih duduk sebagai petinggi Badan Pemeriksa Keuangan. Humprey menambahkan, sebelum peserta konvensi resmi bertarung dalam penjaringan calon presiden, telah ada kesepakatan untuk mematuhi pakta integritas yang isinya adalah bersih, santun, dan cerdas. Menurutnya, Komite Konvensi akan meminta klarifikasi kepada siapa pun peserta konvensi jika menghadapi masalah hukum. "Kita proses berdasarkan kode etik, bukan untuk mencampuri proses hukum," tuturnya. Juru Bicara Komite Konvensi Capres Demokrat, Rully Charis menyatakan, Komite Konvensi tidak akan segan memberikan hukuman kepada Ali Masykur Musa jika terbukti menikmati uang sebesar Rp 23 miliar terkait penipuan dilakukan Ferry Setiawan. "Kami tidak berandai-andai Pak Ali menerima atau tidak. Tapi jika memang terbukti menerima, kami tidak segan-segan untuk mengeluarkan (Ali Masykur Musa) dari keikutsertaan konvensi," kata Rully di Sekretariat Konvensi Demokrat. Rully menuturkan, tak hanya berlaku kepada Ali Masykur Musa hukuman bagi peserta yang melanggar hukum. Menurutnya, hukuman pemecatan itu juga akan berlaku pada peserta Konvensi Demokrat lainnya jika tersangkut masalah hukum. "Hukuman terberat itu berlaku juga untuk seluruh peserta Konvensi Demokrat," tuturnya. Ali Masykur diperiksa Ketua Komite Konvensi Capres Demokrat, Maftuh Basyuni yang pernah menjabat Menteri Agama. Dalam klarifikasi tersebut juga turut hadir Sekretaris komite Suaidi Marasabessy, dan anggota komite yaitu Humprey Djemat, Christianto Wibisono dan Didi Irawadi Syamsuddin. Ali merasa yakin polisi mampu menyelesaikan kasus yang menjerat suami dari Eddies Adelia tersebut. Ali pun mengaku belum mendapat panggilan dari kepolisian untuk dimintai keterangan. "Belum ada panggilan (dari polisi)," tuturnya. Tidak menerima dana Ali menegaskan, tidak menerima aliran dana dari FS baik ke pribadi ataupun ke organisasi. Menurutnya, kasus dugaan penipuan yang dilakukan FS tidak ada kaitannya dengan dirinya maupun dengan ISNU. "Insya Allah tidak ada satu aliran dana (dari FS) ke pribadi atau organisasi," ucapnya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menuturkan berdasarkan penyidikan, ada aliran dana yang mengalir ke Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) yang diketuai oleh Ali Masykur Musa. "Dari hasil penelusuran, memang penyidik menemukan adanya aliran dana hasil kejahatan, salah satunya ke ISNU. Tapi berapa kisarannya masih dikembangkan," ujar Rikwanto. Dana diduga mengalir ke ISNU melalui Sekretaris Jenderal ISNU M. Kholid Syeirazi. Ferry Setiawan adalah suami dari artis Eddies Adelia. Dia ditangkap penyidik Satuan Sumber Daya Lingkungan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada 18 Oktober 2013 di Bandara Soekarno-Hatta, sesaat setelah tiba dari Singapura.
Ferry ditangkap setelah diadukan rekan bisnisnya, Apriyadi Malik alias Yaya. Yaya menuding Bendahara Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) ini menggunakan dokumen palsu untuk mengiming-iminginya berinvestasi di sektor tambang batubara. Yaya telah menyetor uang sebesar Rp 23,6 miliar kepada Ferry. Sejumlah uang Yaya tersebut terlacak ditransfer ke rekening atas nama Eddies. Sejumlah uang ini di antaranya digunakan untuk keperluan sehari-hari dan juga cicilan mobil Toyota Alphard milik Eddies berpelat nomor B-333-DIS. Uang juga digunakan Ferry membeli Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atas nama CV Cantung Mitra Karya Mandiri. Ferry pun menggunakan uang itu untuk membayar sewa rumah bernilai Rp 200 juta per tahun untuk Direktur CV Cantung, Erwin Hendrawin, di kawasan Pondok Indah. (Zul/Thf/
tribunnews) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan