KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Hari belanja online terbesar di muka planet berhasil meraup dana mencapai US$ 25,4 miliar. Perusahaan
e-commerce raksasa China Alibaba mengatakan, pada Sabtu (11/11), penjualan mereka melonjak melewati US$ 18 miliar dalam kurun waktu 13 jam dari pelaksanaan
Singles Day. Pencapaian itu melampaui dana yang terhimpun dalam 24 jam penuh tahun lalu senilai US$ 17,8 miliar.
Singles Day, sebuah bonanza belanja online di China, telah bertahun-tahun berhasil mengumpulkan lebih banyak penjualan dibanding pelaksanaan
Black Friday dan
Cyber Monday. Sebelumnya pada hari itu, Alibaba mengatakan bahwa para pembeli yang bersemangat telah berhasil menghabiskan dana US$ 1 miliar hanya dalam waktu 2 menit. Saat menuju tengah malam di Shanghai, penghitungan akhir penjualan mencapai US$ 25.386.927.848, menandai kenaikan 40% dari total penjualan rekor tahun lalu.
Singles Day dimulai sebagai hari libur informal di China sebagai hari perayaan bagi para jomblo yang tidak memiliki pasangan dengan lambang: 11/11. Alibaba mengubahnya menjadi festival diskon pada tahun 2009. Alibaba telah menggunakan acara ini secara masif untuk memancing perusahaan internasional ke platformnya. Menurut perusahaan riset eMarketer Retail, lebih dari 40% merek yang ambil bagian tahun ini berasal dari luar China.
Singles Day masih banyak menargetkan konsumen China. Meski demikian, program ini juga mulai menyebar ke negara lain. Menurut Xiaofeng Wang, seorang analis dari perusahaan riset Forrester, pemain lokal di Asia Tenggara seperti Lazada (anak perusahaan Alibaba), Zalora dan Shopee meluncurkan promosi Single Day mereka sendiri tahun ini. Acara ini juga berkembang melampaui konsep aslinya menjadi hari belanja online. Alibaba dan pesaing utamanya di China, JD.com, telah melakukan investasi signifikan dalam bisnis batu bata dan mortir. Dan mereka menggunakan popularitas
Singles Day untuk mendorong pembeli ke toko offline mereka.
Namun di luar penjualan yang mencengangkan,
Singles Day juga menciptakan limbah yang sangat besar. Greenpeace mengatakan, manufaktur, pengemasan dan pengiriman yang terkait dengan peristiwa tersebut menghasilkan emisi karbon dioksida sebesar 258.000 ton tahun lalu. Diperlukan sekitar 2,6 miliar pohon untuk menyerap semuanya. Kelompok aktivis lingkungan memperkirakan ledakan belanja tahun diprediksi akan meninggalkan jejak karbon yang lebih besar lagi. "Lebih banyak konsumsi berarti lebih banyak emisi CO2 dan limbah," kata juru kampanye Greenpeace Nie Li.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie