Alih frekuensi lewat merger berpotensi monopoli



JAKARTA. Anggota Komisi I DPR RI Chandra Tirta Wijaya menilai, langkah merger operator seluler XL-Axis lebih bernuansa akuisisi dan merupakan langkah akal-akalan, namun mendapat persetujuan dari Kementerian Kominikasi dan Informatika (Menkominfo).

“Saya minta merger XL dan Axis dibatalkan, setidaknya dikaji ulang sampai selesai Pemilu,” kata Chandra Tirta Wijaya, Rabu (22/1/2014).

Selain meminta pemerintah membatalkan merger tersebut, Chandra meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk tidak memberikan persetujuan dan ikut membatalkan praktik jual beli frekuensi tersebut.


Dikatakan, keputusan pengalihan frekuensi melalui merger tersebut berpotensi memunculkan monopoli dan praktik persaingan usaha tidak sehat.

Pasalnya, dengan jumlah pelanggan hanya setengah dari operator terbesar saat ini, namun alokasi frekuensi lebih besar dari Telkomsel dan Indosat, maka XL dapat menjadi raja di di industri seluler Tanah Air.

Sementara pakar telekomunikasi dari Universitas Indonesia Gunawan Wibisono mengatakan frekuensi bukanlah aset perusahaan yang bisa diikutsertakan dalam sebuah proses merger atau akuisisi.

Dia merujuk pada Pasal 25 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa yang boleh dipindahtangankan seizin menteri adalah izin stasiun radio, bukan frekuensi.

“Kalaupun Axis bangkrut seharusnya frekuensinya dikembalikan ke pemerintah, bukan ditransaksikan dengan perusahaan lain,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR Muhammd Oheo Sinapoy mengatakan bahwa frekuensi bersifat terbatas maka pengalokasiannya harus sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.

“Keputusan Menkoinfo jelas melanggar regulasi. Otomatis keputusan yang dikeluarkan menyangkut merger menjadi cacat hukum, sehingga proses merger harus dibatalkan,” ujarnya.

Oheo mempertanyakan pengalihan frekuensi secara langsung kepada XL. Pasalnya, keputusan Menkominfo Tifatul Sembiring jelas bertabrakan dengan UU Telekomunikasi No. 36 tahun 1999, khususnya Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio wajib mendapatkan izin pemerintah.

Anggota Komisi I DPR Evita Nursanti mengungkapkan bahwa motivasi XL merger dengan Axis, semata frekuensi. Selain tidak sesuai dengan regulasi, ia mempertanyakan keputusan penambahan spektrum tanpa dibebani kewajiban modern licensing baru sebagai syarat memperoleh spektrum yang mengharuskan operator bersangkutan membangun hingga ke pedesaan dan perbatasan. (Johnson Simanjuntak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia