Alih Teknologi Fraksionasi Plasma untuk Ketahanan Sistem Kesehatan Nasional



KONTAN.CO.ID - Fasilitas fraksionasi plasma darah pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara hasil kolaborasi SK Plasma dan Indonesia Investment Authority (INA) akan mulai beroperasi secara komersial pada akhir 2026. Selain memperkuat ketahanan kesehatan, proyek ini mendorong alih teknologi, penciptaan lapangan kerja bagi ribuan tenaga kerja Indonesia serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia di bidang biomedis.

Berdasarkan laporan WHO (World Health Organization) tahun 2021, hanya sekitar 20 negara di dunia yang memiliki fasilitas fraksionasi plasma untuk memproduksi Produk Obat Derivat Plasma (PODP), di antaranya adalah Korea Selatan. SK Plasma, entitas anak SK Group yang berpusat di Negeri Ginseng, telah mengembangkan kompetensi inti di bidang obat-obatan turunan plasma sejak tahun 1970, dan mulai memproduksi PODP sejak 2018 melalui fasilitas fraksionasi plasma di Andong.

Darah manusia utuh tersusun dari 44% sel darah merah, 55% plasma darah, dan 1% sel darah putih serta trombosit. Masing-masing komponen ini kemudian akan dipisahkan dari darah yang dikumpulkan melalui kegiatan donor darah.


Plasma darah harus disimpan dan dibekukan pada suhu -20°C atau lebih rendah untuk menjaga mutu dan keamanannya, kemudian dikirim ke fasilitas fraksionasi. Protein plasma darah mempunyai fungsi membantu pembekuan darah, kekebalan tubuh, hingga mengangkut hormon, vitamin, serta mineral. Namun, jumlahnya hanya 7% dalam plasma sehingga dibutuhkan fraksionasi agar protein bisa dipisahkan dari plasma dan dapat diolah menjadi PODP.

Selama ini, Indonesia membuang sekitar 200.000 liter plasma darah setiap tahun karena belum memiliki fasilitas fraksionasi plasma sendiri. Dampaknya, Indonesia harus mengimpor PODP untuk memenuhi kebutuhan pasien. Biaya layanan kesehatan dan risiko terhadap pasien meningkat, terlebih saat krisis seperti pandemi COVID-19 silam.

Menjawab permasalahan ini, INA dan SK Plasma membentuk entitas usaha patungan PT SKPlasma Core Indonesia dan mendirikan fasilitas fraksionasi plasma di Karawang, Jawa Barat. Hingga akhir 2025, progres pembangunannya telah mencapai lebih dari 98%. Fasilitas ini direncanakan beroperasi penuh secara komersial pada akhir 2026 dan mulai memproduksi PODP pada tahun 2027.

“Pada 2018, kami mendirikan fasilitas fraksionasi plasma di Korea dengan kapasitas total 600.000 liter plasma per tahun. Fasilitas ini menggunakan teknologi canggih. (Sekarang) kami membangun fasilitas berteknologi sama di Indonesia,” ujar Ted Roh, Presiden Direktur SKPlasma Core Indonesia saat menerima kunjungan KONTAN bersama awak media lainnya ke lokasi pabrik di Karawang International Industry City (KIIC), pada Kamis (18/12/2025).

“Kami melihat SK Plasma memiliki pengalaman yang sangat panjang, lebih dari 50 tahun berkecimpung dalam bisnis ini. Dapat dikatakan mereka adalah pakar dalam bidang ini. Kami sangat mengapresiasi kehadiran SK Plasma di Indonesia dan berkomitmen mendukung mereka sebagai mitra sekaligus investor lokal, untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi Indonesia,” tutur Andre J. Cahyadi, Vice President of Investments INA yang turut hadir menyambut awak media.

Proses transfer teknologi

Fasilitas fraksionasi plasma SKPlasma Core Indonesia menerapkan teknologi dan operasi bersertifikasi GMP (Good Manufacturing Practices) Korea Selatan. Fasilitas ini dikembangkan dengan sistem otomasi dan digital yang umum digunakan dalam manufaktur biofarmasi global. Selain itu, operasinya juga mencakup fitur cold chain dan traceability yang mendukung kepatuhan terhadap standar GMP internasional.

Untuk menghasilkan PODP, plasma diproses dalam beberapa tahapan inti. Pertama-tama, protein plasma dipisahkan menjadi komponen individual melalui metode fraksionasi etanol dingin. Selanjutnya, protein dimurnikan menggunakan kromatografi dan dipastikan keamanannya melalui inaktivasi atau penghilangan virus. Terakhir, larutan protein plasma murni diisi dan dikemas ke dalam vial di lingkungan aseptik yang steril.

Produk utama PODP yang dihasilkan meliputi imunoglobulin, albumin, dan faktor koagulasi (pembekuan darah), yang merupakan terapi esensial dalam perawatan kritis, imunodefisiensi (kekurangan imun), dan kondisi medis berat.

Meski fasilitas di Karawang baru akan beroperasi pada akhir 2026, proses transfer teknologi sudah dilangsungkan sejak 2025. SKPlasma Core Indonesia mengumpulkan plasma dari pendonor Indonesia dan mengirimkannya ke fasilitas fraksionasi plasma di Andong, Korea Selatan (toll manufacturing). Bersamaan dengan proses toll manufacturing, 16 pekerja Indonesia mendapatkan pelatihan langsung di fasilitas Andong untuk mempelajari proses produksi, standar kualitas, serta operasional fasilitas. Tahap kedua dan ketiga pelatihan pekerja Indonesia di Andong akan berlangsung pada tahun 2026 dan 2027.

“Pelatihan langsung di fasilitas Andong akan diikuti sekitar 50 staf inti. Sedangkan 200-250 staf lainnya memperoleh pelatihan di Karawang. Proses desain, pengadaan, dan konstruksi pabrik di Karawang juga merupakan bagian dari transfer teknologi yang kami lakukan karena dilaksanakan oleh kantor pusat SK Plasma. Selama prosesnya, semua pekerja dapat langsung belajar di lapangan,” jelas Ted.

“Pekerja Indonesia yang dikirim ke Korea sudah siap untuk mulai mengoperasikan fasilitas di Karawang. Pembangunan fasilitas ini juga melibatkan sekitar 1.000 tenaga kerja Indonesia,” imbuh Andre.

Pada 8 Desember 2025, SKPlasma Core Indonesia telah meluncurkan SK Albumin dan SK GammaBio. Dua produk terapi ini adalah PODP yang diolah melalui toll manufacturing di Andong dari plasma darah pendonor Indonesia. Melalui kolaborasi SK Plasma dan INA, ketahanan serta kemandirian sistem kesehatan nasional dapat segera terwujud, menyelamatkan lebih banyak jiwa masyarakat Indonesia.

Selanjutnya: 5 Penghuni Kripto Top Gainers di Pasar yang Melemah, CRV Salah Satunya

Menarik Dibaca: 5 Penghuni Kripto Top Gainers di Pasar yang Melemah, CRV Salah Satunya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News