KONTAN.CO.ID - Pakan dalam budidaya ikan nilah sangat penting. Selain pemberiannya harus selalu dikontrol, jenis pakannya pun tak bisa sembarangan. Seperti para pembudidaya nila lainnya, petani ikan di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah menggunakan pakan produksi pabrik. Oleh karena itu, harga jual pakan yang tinggi cukup menyulitkan mereka. Anap Farikhin, pembudidaya lainnya mengatakan, tingginya harga pakan menjadi kendala para petani. Kebutuhan pakan yang tinggi, tidak jarang membuat modalnya kian menipis atau ludes sebelum masa panen.
"Nila itu makannya banyak, setiap tiga jam sekali atau lima kali sehari wajib diberikan pakan. Makin banyak makannya makin cepat besar dan segara dipanen," katanya. Anap menambahkan bila dia masih menggunakan pakan pabrikan karena belum dapat memproduksi pakan apung secara mandiri. "Kalau pakai pakan tenggelam takutnya ikan belum sempat makan sudah jatuh ke tanah pakannya, nanti malah jadi racun," jelasnya. Sementara, adanya anomali cuaca tak berpengaruh pada perkembangan ikan. Sebab, selama debit air mengalir cukup deras, kondisi ikan akan baik-baik saja. Namun, aliran air memang harus benar-benar diperhatikan. Sebab, saat anomali cuaca ikan rentan sakit dan mati. Anap memelihara nila di kolam seluas 3.200 m2. Dalam sekali panen, dia bisa mendapatkan 1,5 ton ikan. Para petani pun tak bersaing. Mereka memilih saling bekerjasama menghasilkan nila berkualitas. "Persaingan itu adanya di pasar, harga jual yang tidak menentu," kata Sugeng, salah seorang petani ikan. Tak hanya orangtua, anak-anak muda juga ikut menggeluti usaha ini. Hasil yang cukup menjanjikan menjadi pemikat bagi mereka. Bahkan, kini, selain pembesaran ikan, para petani juga mulai belajar soal pembenihan. Tujuannya agar mereka tak perlu lagi membeli benih dari luar kota, seperti Bandung dan Tasik. Pembenihan mandiri ini juga bisa memangkas biaya produksi. Anakannya pun diambil dari indukan terpilih sehingga menghasilkan benih berkualitas. Dengan adanya cara budidaya serta manajemen yang baik, para petani berharap usaha budidaya nila ini dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarganya. Sekedar info, Anap mulai membudidayakan nila sejak tujuh tahun lalu karena tergiur dengan keuntungan yang didapatkan. Dia pun belajar secara otodidak untuk memulai usahanya tersebut.
Selain menjual hasil panen pada BUMDes, petani juga memasok ikan ke para tengkulak atau pemilik restoran yang datang langsung. Sementara itu, petani nila yang lain, yakni Sugeng mengatakan tidak ada persaingan antar sesama petani ikan disana. Mereka saling membantu dan bertukar ide soal budidaya.
(Selesai) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.