KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
PT Asuransi Allianz Life Indonesia (Allianz Life) mencatat pendapatan premi bruto atau gross written premium (GWP) sebesar Rp 11,7 triliun sepanjang delapan bulan pertama tahun ini. Direktur Legal & Compliance Allianz Life Indonesia Hasinah Jusuf menyebutkan, jumlah tersebut tumbuh sebanyak 10% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp 10,6 triliun. "Premi GWP bertumbuh sekitar 10% secara tahunan (year on year/YoY)," kata Hasinah kepada Kontan, Rabu (1/10/2025).
Berdasarkan laporan keuangan Allianz Life per Agustus 2025, jumlah beban klaim dan manfaat tercatat Rp 9,4 triliun, turun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 8,8 triliun. Terkait aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menurunkan batas maksimal risk sharing (copayment) dari 10% menjadi 5%, Hasinah menjelaskan, skema ini ditujukan untuk menjaga premi asuransi kesehatan tetap terkendali dan stabil dalam jangka panjang. "Allianz terus memperkuat koordinasi dengan regulator dan asosiasi untuk mempersiapkan rencana serta skema ke depan. Harapannya, hal ini bisa mendorong penggunaan layanan kesehatan yang terkendali dan berkelanjutan, termasuk mengendalikan kenaikan biaya medis di masa mendatang,” tuturnya.
Baca Juga: Produk Tradisional Jadi Penyumbang Terbesar Premi AXA Financial Indonesia Hasinah bilang, pihaknya terbuka pada diskusi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satunya untuk memberikan perlindungan optimal bagi peserta sekaligus menjaga keberlanjutan bisnis asuransi kesehatan. Sebagai informasi, OJK telah menurunkan batas maksimal
co-payment atau pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan menjadi 5% dari sebelumnya 10%. Ketentuan ini akan dimuat dalam rancangan peraturan OJK (RPOJK) tentang ekosistem asuransi kesehatan. Aturan baru ini merupakan penyempurnaan dari Surat Edaran OJK (SEOJK) 7/2025 yang sebelumnya mengatur co-payment sebesar 10%. Selain itu, istilah
co payment kini diganti menjadi risk sharing. Perubahan istilah tersebut merupakan usulan dari perwakilan konsumen. Perusahaan asuransi wajib menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko. Namun, perusahaan juga diperbolehkan menawarkan produk dengan skema risk sharing. Baca Juga: AAJI Optimistis Pendapatan Premi dari Produk Tradisional Terus Tumbuh Selain itu, besaran premi dari kedua jenis produk tersebut harus disampaikan secara transparan kepada calon pemegang polis. Dengan begitu, konsumen bisa mengetahui perbandingan harga antara produk tanpa
risk-sharing dan dengan risk-sharing sebelum memutuskan untuk membeli. Lebih lanjut, terdapat pengecualian terhadap mekanisme
risk sharing. Untuk kondisi darurat akibat kecelakaan dan/atau penyakit kritis yang tercantum dalam polis, biaya akan sepenuhnya ditanggung oleh perusahaan asuransi tanpa pembagian risiko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News