Allo Bank dan Bank Mega Danai Pabrik Plasma Darah Rp 3,7 T



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) bersama PT Bank Mega Tbk (MEGA) menyalurkan kredit sindikasi senilai Rp 3,7 triliun kepada PT SKPlasma Core Indonesia. Pembiayaan ini digunakan untuk pembangunan pabrik fraksionasi plasma darah pertama di Indonesia yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat.

SKPlasma Core Indonesia merupakan perusahaan patungan antara SK Plasma, unit bisnis SK Group Korea Selatan, dan Indonesia Investment Authority (INA). Pabrik tersebut akan memproduksi Produk Obat Derivat Plasma (PODP) untuk memenuhi kebutuhan domestik yang selama ini masih bergantung pada impor.

Chief Wholesale and Treasury Allo Bank, Yogi Bima Sakti mengatakan, pembiayaan ini merupakan bagian dari ekspansi kredit perseroan ke sektor kesehatan yang dinilai memiliki prospek jangka panjang. “Pembangunan fasilitas fraksionasi plasma ini untuk memperkuat industri kesehatan nasional dan memastikan ketersediaan produk turunan plasma di dalam negeri,” ujar Yogi dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12).


Baca Juga: Bank Mega Gandeng Metro Department Store Dukung Industri Fashion

Proyek ini juga didukung Bank Mega sebagai bagian dari pembiayaan sindikasi. Direktur Utama Bank Mega, Kostaman Thayib menilai, pembangunan pabrik fraksionasi plasma sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperkuat kemandirian sektor kesehatan. “Fasilitas ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan plasma darah yang aman, berkualitas, dan berkelanjutan,” kata Kostaman.

Sebelumnya, pada 8 Desember 2025, SKPlasma Core Indonesia meluncurkan dua produk obat derivat plasma, yakni SK GammaBio dan SK Albumin, bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional. Peluncuran tersebut menandai dimulainya produksi obat berbasis plasma donor dalam negeri.

Presiden Direktur SKPlasma Core Indonesia, Ted Hyunho Roh menyampaikan, fasilitas fraksionasi plasma di Karawang akan menjadi basis produksi utama untuk memenuhi kebutuhan obat esensial nasional. Melalui investasi ini, perusahaan membangun kapasitas produksi berkelanjutan sekaligus mengembangkan keahlian teknologi di bidang produk obat derivat plasma.

Dari sisi investor, Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah menyatakan, proyek ini tidak hanya berfokus pada pembangunan fasilitas fisik, tetapi juga pada penguatan ekosistem industri kesehatan. Pembangunan kapasitas produksi di dalam negeri penting untuk memastikan akses terapi berbasis plasma yang konsisten dan terukur dalam jangka panjang.

Pemerintah menempatkan pengembangan industri obat derivat plasma sebagai bagian dari Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK). Keberadaan fasilitas fraksionasi plasma domestik diharapkan dapat meningkatkan efisiensi rantai pasok obat, menekan biaya kesehatan, serta membuka peluang ekspor ke depan.

Baca Juga: Pembiayaan Investasi Bank Mega Syariah Tumbuh 19% Year to Date

Selanjutnya: Rating Drakor Dynamite Kiss Menurun, Segera Tamat Minggu Depan

Menarik Dibaca: Rekomendasi HP Harga Rp 1 Jutaan Bawa RAM 8GB yang Luas, Intip Informasinya di Sini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News