Alokasi subsidi sebaiknya untuk infrastruktur gas



JAKARTA. Dinaikkannya harga BBM bersubsidi oleh pemerintah merupakan sinyal agar segera dilakukan program konversi BBM ke bahan bakar alternatif lainnya, seperti gas dan biofuel.

Oleh karena itu, menurut Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana, pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, sebaiknya penghematan subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan infrastruktur gas dan sistem transportasi massal.

"Suplai energi dan transportasi itu dua hal strategis yang wajib dikendalikan dan dilaksanakan oleh negara (pemerintah). Subsidi wajib diarahkan kepada dua hal ini," kata Gde dalam keterangannya, Selasa (25/11).


Menurut Gde, yang perlu diperhitungkan juga adalah bahwa 90% cekungan di Indonesia bagian barat yang kaya minyak sudah dieksplorasi. Sementara, cekungan di kawasan Indonesia timur yang kaya akan gas baru 10% yang dieksplorasi.

Berdasarkan kenyataan itu, Indonesia memang akan lebih banyak menghasilkan gas daripada minyak dalam 5-6 tahun ke depan. Tentunya, pola konsumsi juga akan berubah dari minyak menjadi lebih banyak gas.

Gde menegaskan, apapun hambatannya, kebutuhan untuk mengonversi BBM ke BBG sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Selain karena cadangan minyak sudah menipis sementara cadangan gas melimpah, gas juga terbukti bersih. Penggunaan gas untuk transportasi juga jauh lebih murah.

Kemudian, subsidi juga bisa dialihkan untuk sistem transportasi massal. Sebagai ilustrasi, mobil dengan CC 2.000 untuk jarak Jakarta-Bandung pulang pergi saat ini bisa menghabiskan Rp 400-500 ribu. Namun, jika misalnya kereta api disubsidi, maka Jakarta-Bandung pulang pergi nanti bisa hanya menghabiskan Rp 50 ribu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan