Jika butuh unggas hidup untuk diolah jadi hidangan, warga Kota Semarang punya lokasi baru berburu unggas. Tempat tersebut adalah Pusat Penjualan dan Pemotongan Unggas Penggaron, atau lebih dikenal dengan sebutan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron. Untuk mencapai lokasi ini, patokannya adalah Terminal Penggaron. Dari terminal itu, Anda harus berkendara sekitar 5 menit menuju RPU. Sentra ini tepatnya berada di Jalan Majapahit, Kota Semarang. RPU ini terdiri dari dua gedung yang saling berhadapan. Gedung yang ukurannya lebih besar ditempati 70 pedagang. Masing-masing kios berukuran 2x2 meter, dengan lantai semen. Di sini, para pedagang menjual beragam unggas untuk konsumsi, mulai dari ayam broiler, ayam kampung, bebek hingga angsa. Sementara, gedung satunya diisi sekitar 30 orang penyedia jasa potong unggas. Mereka menempati kios permanen dengan ukuran sekitar 2x2 meter, dan berlantai keramik.Pengurus Paguyuban Pedagang RPU Penggaron, Abror menuturkan, para pedagang mulai beraktivitas di RPU Penggaron sejak tiga tahun silam. Sebelum menempati lokasi ini, mereka berjualan di pasar tradisional Rejomulyo, Semarang. "Di pasar lama, kami jualan berbaur dengan pedagang kelontong. Kondisi pasar ramai dan kotor," tuturnya.Makanya, kata Abror, pemerintah sengaja membangun tempat khusus bagi para pedagang unggas di Jalan Majapahit. "Pemerintah ingin membuat sentra unggas yang bersih dan higienis," tuturnya.Namun, sampai saat ini, Pemkot Semarang belum meresmikan tempat ini. Ini pula yang ditengarai sejumlah pedagang sebagai penyebab pengunjung di RPU Penggaron masih sepi. Salah seorang pedagang, Suranti menyebut, meski fasilitas di RPU lebih baik dibanding Pasar Rejomulyo, namun tidak berbanding lurus dengan pendapatan para pedagang. Pasalnya, sejauh ini pembeli masih sepi, sehingga omzet pun lebih kecil. "Bagi kami, peresmian sangat penting, karena bisa menunjukkan eksistensi kami di tempat baru, sekaligus sebagai ajang promosi," ungkap Suranti. Meskipun merasa kurang mendapat perhatian dari Pemda, untunglah para pedagang masih bisa bertahan. Ini berkat sejumlah pelanggan setia mereka sejak masih di Pasar Rejomulyo. "Warga sekitar Semarang yang sudah langganan tetap datang ke kios kami. Mungkin karena sudah percaya dengan jualan kami," ungkap Wiwik Rumiyati, pedagang lainnya. Abror mengamininya. Ia bilang, sampai sekarang beberapa pelanggan yang biasa membeli ayam dalam jumlah besar, masih rutin datang ke kiosnya. Mereka berasal dari sekitar Semarang. "Biasanya untuk yang punya warung atau restoran," bebernya.Para pedagang mematok harga unggas bervariasi. Satu ekor ayam dijual berkisar Rp 20.000-Rp 40.000. Lalu, bebek sekitar Rp 40.000 - Rp 50.000 per ekor. Sementara, angsa rata-rata Rp 50.000 per ekor. Meski belum ramai, namun para pedagang rata-rata sudah bisa meraih omzet Rp 20 juta sebulan. Bahkan, Wiwik mengaku, jika kondisi pasar agak ramai, omzetnya bisa mencapai Rp 180 juta sebulan. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Alternatif berburu unggas di Semarang (1)
Jika butuh unggas hidup untuk diolah jadi hidangan, warga Kota Semarang punya lokasi baru berburu unggas. Tempat tersebut adalah Pusat Penjualan dan Pemotongan Unggas Penggaron, atau lebih dikenal dengan sebutan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron. Untuk mencapai lokasi ini, patokannya adalah Terminal Penggaron. Dari terminal itu, Anda harus berkendara sekitar 5 menit menuju RPU. Sentra ini tepatnya berada di Jalan Majapahit, Kota Semarang. RPU ini terdiri dari dua gedung yang saling berhadapan. Gedung yang ukurannya lebih besar ditempati 70 pedagang. Masing-masing kios berukuran 2x2 meter, dengan lantai semen. Di sini, para pedagang menjual beragam unggas untuk konsumsi, mulai dari ayam broiler, ayam kampung, bebek hingga angsa. Sementara, gedung satunya diisi sekitar 30 orang penyedia jasa potong unggas. Mereka menempati kios permanen dengan ukuran sekitar 2x2 meter, dan berlantai keramik.Pengurus Paguyuban Pedagang RPU Penggaron, Abror menuturkan, para pedagang mulai beraktivitas di RPU Penggaron sejak tiga tahun silam. Sebelum menempati lokasi ini, mereka berjualan di pasar tradisional Rejomulyo, Semarang. "Di pasar lama, kami jualan berbaur dengan pedagang kelontong. Kondisi pasar ramai dan kotor," tuturnya.Makanya, kata Abror, pemerintah sengaja membangun tempat khusus bagi para pedagang unggas di Jalan Majapahit. "Pemerintah ingin membuat sentra unggas yang bersih dan higienis," tuturnya.Namun, sampai saat ini, Pemkot Semarang belum meresmikan tempat ini. Ini pula yang ditengarai sejumlah pedagang sebagai penyebab pengunjung di RPU Penggaron masih sepi. Salah seorang pedagang, Suranti menyebut, meski fasilitas di RPU lebih baik dibanding Pasar Rejomulyo, namun tidak berbanding lurus dengan pendapatan para pedagang. Pasalnya, sejauh ini pembeli masih sepi, sehingga omzet pun lebih kecil. "Bagi kami, peresmian sangat penting, karena bisa menunjukkan eksistensi kami di tempat baru, sekaligus sebagai ajang promosi," ungkap Suranti. Meskipun merasa kurang mendapat perhatian dari Pemda, untunglah para pedagang masih bisa bertahan. Ini berkat sejumlah pelanggan setia mereka sejak masih di Pasar Rejomulyo. "Warga sekitar Semarang yang sudah langganan tetap datang ke kios kami. Mungkin karena sudah percaya dengan jualan kami," ungkap Wiwik Rumiyati, pedagang lainnya. Abror mengamininya. Ia bilang, sampai sekarang beberapa pelanggan yang biasa membeli ayam dalam jumlah besar, masih rutin datang ke kiosnya. Mereka berasal dari sekitar Semarang. "Biasanya untuk yang punya warung atau restoran," bebernya.Para pedagang mematok harga unggas bervariasi. Satu ekor ayam dijual berkisar Rp 20.000-Rp 40.000. Lalu, bebek sekitar Rp 40.000 - Rp 50.000 per ekor. Sementara, angsa rata-rata Rp 50.000 per ekor. Meski belum ramai, namun para pedagang rata-rata sudah bisa meraih omzet Rp 20 juta sebulan. Bahkan, Wiwik mengaku, jika kondisi pasar agak ramai, omzetnya bisa mencapai Rp 180 juta sebulan. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News