Alternatif usaha kuliner di kala modal terbatas



Usaha di bidang kuliner bisa dibilang sebagai bisnis abadi. Maklum, kebutuhan terhadap makanan dan minuman tidak akan pernah ada habisnya lantaran menyangkut kebutuhan dasar manusia.

Makanya, usaha makanan dan minuman enggak bakal pernah ada matinya. Bahkan, pelaku usaha di bidang kuliner terus bermunculan.

Yang menarik, pemain di bisnis kuliner semakin beragam, baik pengusaha skala kecil hingga pelaku usaha kelas kakap. Tentu, bukan tanpa alasan bisnis kuliner menjadi pilihan banyak pelaku usaha.


Selain permintaan yang tak pernah surut, prospek usaha kuliner juga cerah. Soalnya, populasi penduduk negara kita terus bertambah dan jumlah kelas menengah terus meningkat.

Begitu pula daya beli masyarakat terus bertumbuh. Alhasil,  alokasi dana belanja untuk berwisata kuliner juga naik.

Toh, meski makanan dan minuman termasuk usaha nan langgeng, tak sedikit usaha kuliner yang tumbang. Tak sedikit pula calon pelaku usaha yang mengurungkan niatnya membuka bisnis ini. Alasannya klasik: tak punya modal besar.

Padahal, tidak sedikit pengusaha sukses yang memulai bisnis dengan modal dengkul. Karena itu, keliru jika ketiadaan modal jadi alasan utama Anda mengurungkan niat membangun bisnis kuliner.

Toh, modal juga tidak harus dalam bentuk dana segar. Aset yang Anda miliki seperti resep warisan keluarga maupun peralatan memasak bisa menjadi modal berharga dalam membangun usaha kuliner.

Itu sebabnya, Anda yang cuma punya modal Rp 25 juta hingga kurang dari Rp 100 juta tak perlu berkecil hati. Keterbatasan modal tak perlu menjadi halangan untuk merealisasikan cita-cita Anda menjadi pengusaha kuliner.

Setyabudi, misalnya, memulai usaha kuliner dengan hanya bermodalkan Rp 40 juta. Modalnya yang paling berharga justru berupa resep masakan ibunya.

Oleh karena itu, pemilik Warung Makan Mbok Marni ini menggunakan nama sang ibu sebagai nama kedainya.

Setyabudi juga memilih menjajakan makanan Jawa sesuai resep warisan dari ibunya. Kini, sudah ada delapan cabang Warung Makan Mbok Marni yang tersebar di Yogyakarta dan di Solo, Jawa Tengah.

Modal Hendy Setiono juga terbilang mungil saat mulai membangun kerajaan bisnis Kebab Turki Baba Rafi. Pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Baba Rafi Enterprise ini hanya merogoh kocek Rp 4 juta saat membuka bisnis kebab pada 2003 silam.

Sekarang, Baba Rafi memiliki lebih dari 1.200 gerai di sembilan negara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Brunei Darussalam, Cina, Sri Lanka, Belanda, dan Bangladesh.

Pengalaman Hendy maupun  Setyabudi merupakan contoh bagaimana dengan modal di bawah Rp 100 juta, usaha kuliner bisa tumbuh dan berkembang.

Tentu, ada berbagai kiat dalam memaksimalkan modal yang terbatas dalam membangun bisnis ini. Namun, rasa makanan yang enak sudah wajib hukumnya dalam membangun bisnis kuliner.

Mengakali modal

Nah, jika modal terbatas dengan rentang Rp 25 juta–Rp 100 juta, Anda bisa mengakalinya dengan membeli usaha kuliner skala kecil. Model pemasaran atau lokasi berjualan juga menentukan modal awal.

Maklum, sebagian besar modal usaha akan tersedot untuk biaya sewa tempat. Akan sangat menguntungkan jika Anda sudah memiliki tempat usaha yang cocok tanpa harus menyewa.

Bagaimana jika tak memiliki tempat usaha hingga harus menyewa? Bagi pengusaha pemula, Setyadi menyarankan, sebaiknya menyewa gerai makan di pusat jajan serba ada (pujasera) alias food court.

Ada beberapa pertimbangan. Yang utama, tentu saja masalah biaya.

Menurut Setyadi, biaya menyewa gerai di food court lebih murah dibandingkan dengan Anda harus membuka kedai sendiri. Biaya renovasi juga tidak terlalu besar.

Hal ini berbeda jika Anda memilih membuka kedai di luar pujasera.

Lalu, pujasera biasanya sudah menyediakan meja dan kursi. Sehingga, Anda tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli meja dan kursi.

Pertimbangan lainnya: pasar konsumen di pujasera sudah terbentuk. Jika membuka kedai sendiri, Anda harus membangun pasar dari awal.

Tapi, jika modal Anda tetap tidak mencukupi, masih ada alternatif lain, lo. Hendy mengatakan, konsep jualan menggunakan gerobak alias booth bisa menjadi pilihan bagi yang modalnya terbatas.

Malah, kalau masih ada sisa modal, Anda bisa memperbanyak gerobak untuk mempertebal omzet. Bisa juga, Anda mempercantik tampilan dan fasilitas booth untuk menarik minat pembeli.

Nah, harga gerobak makanan biasanya bervariasi, sekitar Rp 5 juta–Rp 15 juta. Sementara biaya sewa tempat di halaman minimarket berkisar Rp 20 juta–Rp 30 juta setahun.

Ada juga alternatif lain, yakni menjual secara berkeliling alias mobile. Maklum, sejak beberapa waktu lalu, penjualan makanan menggunakan truk alias foodtruck tengah booming.

Tentu, modal di bawah Rp 100 juta jelas tidak cukup untuk membangun bisnis foodtruck. Namun, konsep berjualan secara mobile tetap bisa Anda terapkan dengan memanfaatkan sepeda motor roda tiga.

Harga motor roda tiga saat ini berkisar Rp 25 juta. Untuk biaya modifikasi, setidaknya butuh modal Rp 10 juta. Memang, modal awalnya cukup besar.

Namun, Hendrawan Buntaram, mengatakan, Anda tidak perlu lagi mengeluarkan biaya bulanan untuk sewa tempat. Toh, "Membeli motor roda tiga bisa menggunakan kredit," ujar pemilik usaha Jojo Cup ini.

Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting, mengatakan, dengan modal di rentang Rp 25 juta–Rp 100 juta, usaha kuliner dengan menggunakan gerobak alias booth paling cocok. Berbagai produk makanan dan minuman cocok menjadi barang dagangan.

Tapi, jika ingin jangkauan lebih luas lagi, penjualan secara mobile menggunakan motor roda tiga juga oke. Jika konsumen di satu lokasi sedang sepi, penjual bisa pindah ke lokasi lain yang lebih ramai.

Hanya kekurangannya, bila cuaca sedang tidak mendukung, penjualan bisa sepi. Nah, produk minuman maupun makanan kecil biasanya menjadi dagangan yang cocok atau pas bagi usaha kuliner secara mobile.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan