Alumni FH Usakti dukung anggotanya maju dalam pemilihan legislatif tahun 2019



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Ika FH Usakti Rivai Kusumanegara menyampaikan dukungan pada anggotanya yang maju dalam Pileg 2019 dengan aneka parpol. Selain dukungan, dirinya juga mengharapkan anggotanya menjaga amanat Reformasi jika terpilih nanti.

Rivai mengingatkan perjuangan Reformasi 1998 yang telah merengut mahasiswa Usakti, namun setelah dua dekade berjalan justru korupsi semakin masif dan dalam Pilkada terakhir banyak parpol melirik kader dari kalangan TNI Polri.

"Reformasi diantaranya ada dua tuntutan, supremasi sipil dan pemberantasan korupsi. Kita sepakat tidak ingin kembali ke masa lalu, sehingga harus jadi tokoh perubahan yang bisa membangun bangsa dan negara dan saya yakin alumni Trisakti mampu untuk itu," ujar Rivai dalam pidato pengukuhan Ika FH Usakti periode 2018-2020 di Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut diselenggarakan juga Dialog Akhir Tahun berjudul Refleksi Perjalanan Supremasi Sipil dan Tantangan di Era 4.0. Hadir pembicara dari Lemhannas Edijan Tanjung, Konsultan Politik dan Komunikasi Dimas Oky Nugroho dan Anggota DPR Didik Mukrianto dengan Moderator Dosen Trisakti Radian Syam.

Dimas Oky Nugroho mengatakan politik identitas yang terjadi di Indonesia melalui teknologi informasi baik itu media sosial dan lainnya sangat mengganggu dan menimbulkan keragu-raguan, kecemasan sebagaimana kekhawatiran dari efek negatif era revolusi industri 4.0.

Politik identitas ini di beberapa negara memunculkan kelompok kanan atau konservatif yang cukup kuat, misalnya di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan juga Indonesia. Jika melihat berbagai jurnal di AS saat ini, baik itu tentang political science, sosiologi maupun antropologi selalu bicara tentang pertarungan kelompok konservatif dengan kelompok liberal. "Jadi kalau di Indonesia mirip cebong versus kampret," ujarnya. 

Berbeda dengan negara-negara di Eropa dan AS, lanjut Dimas, Indonesia tidak mempunyai cukup banyak kajian soal kekhawatiran atas era 4.0 tersebut sehingga menjadi tantangan bagi kampus atau akademisi di tanah air bagaimana harus merespon soal disruption era 4.0 ini.  

"Ini tantangan tersendiri di mana ada politik identitas, ada kemunculan partisipasi anak-anak muda milenial yang jumlah pemilihnya nyaris setengah dari total pemilih," ujarnya.

Sementara itu Edijan Tanjung menyampaikan, jika berbicara soal supremasi sipil, maka sejauh mana kemampuan sipil dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan negara sesuai alinea keempat pembukaan UUD 1945.

Supremasi Sipil Indonesia dimulai sejak Reformasi setelah tumbangnya Orde Baru (Orba). Tentunya, dari kalangan angkatan terus memantau apakah tujuan alinea keempat UUD 1945 itu tercapai atau tidak.

"Keberadaan supremasi sipil akan bisa berjalan apabila para penyelenggara negara betul-betul untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi, golongan, apalagi kepentingan parpol tertentu," ujarnya.

Jika pertentangan itu terjadi, lanjut Edijan, maka supremasi sipil ini suatu saat bisa hilang. "Maka jika ingin memperkuat supremasi sipil, maka parpol sebagai ujung tombak penyiap kader-kader bangsa harus bersatu padu untuk bagaimana caranya mencapai tujuan nasional sebagaimana di UUD 45," ujarnya.

Acara diskusi dilangsungkan setelah pengukuhan pengurus Ikatan Alumni Fakultas Hukum (IKA FH) Usakti Periode 2018-2022, termasuk jajaran Dewan Pakar terdiri dari RB Agus Widjayanto, Wahju Satrio Utomo, Muhammad Sapta Murti, Azis Syamsuddin, Eriyantouw Wahid, RM Benyamin Scott Carnadi, Octaviano Alimudin, Benedictus B Nurhadi dan Yudanus Dekiwanto.

Sedangkan Dewan Pembina diisi oleh Adhyaksa Dault, Didik Mukrianto, Mario Tanasale, Ridwan Zachrie, Feri Wirsamulia, Sahala Siahaan, Muhammad Afzal Mahfud, R Akbar Lubis dan Risa Mariska.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .