KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Amartha Mikro Fintek bakal merilisi produk baru bagi para pelaku UMKM. Hal itu guna mendorong literasi keuangan bagi para pelaku UMKM.
Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto menyebut literasi keuangan dan literasi digital harus berjalan beriringan. Amartha pun berfokus pada pemberdayaan perempuan di di desa. Penyelenggara P2P lending ini berupaya untuk meningkatkan inklusi keuangan digital melalui penciptaan produk yang sesuai dengan kebutuhan sektor UMKM informal dengan menerapkan
framework strategi inklusi keuangan yang terdiri dari tiga pilar.
Pertama, menciptakan produk keuangan yang sederhana dan mudah dimengerti oleh mereka.
Kedua, mengurangi biaya transaksi dengan menghadirkan layanan keuangan digital di tempat tinggal pengguna, termasuk dengan cara difasilitasi agen di lapangan misalnya.
Ketiga, mengurangi
barrier of access yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor geografis tetapi juga faktor pengetahuan dan infrastruktur digital.
Baca Juga: P2P lending syariah dorong mengembangkan industri produk halal Indonesia "Saat ini Amartha sedang mempersiapkan produk keuangan investasi dan asuransi dan lain sebagainya untuk UMKM, " jelasnya dalam acara diskusi dengan topik “Menatap Masa Depan Fintech dan UMKM di 2021,Selasa (15/12). Hal ini seiring dengan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Tahun 2020 - 2024 yang disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 7 Desember lalu, mentargetkan Indeks Inklusi Indonesia meningkat hingga 90% di 2024. Dalam merealisasikannya, teknologi finansial P2P Lending atau Fintech Pendanaan memiliki peran sebagai penggerak utama dalam mempercepat transformasi ekonomi digital khususnya sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Indonesia membutuhkan transformasi digital ekonomi melalui Fintech. “Fokus inklusi keuangan bukan pada gerakan menabung, namun pada pemberian permodalan kepada sektor UMK Informal dan cara tercepat adalah dengan mendigitalisasi mereka. Dengan transformasi digital, besarnya potensi digital Indonesia di tahun 2025 kita bisa mencapai US$ 133 miliar," ujarnya. Dari 64,19 juta UMKM, 64,13 juta adalah UMKM yang sebagian besar berada di sektor informal, salah satu motor utama untuk mempercepat transformasi digital adalah dengan didukung oleh fintech pendanaan, yang memiliki kelebihan pada inovasi dan kecepatan dalam menjangkau pelaku UMK Informal. Fintech Pendanaan menjadi strategi penting untuk memperluas dan mempercepat inklusi dan digitalisasi keuangan untuk kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Jadiduit Gadai Makmur mengantongi izin usaha dari OJK Senior Ekonom INDEF, Dr Aviliani, mengatakan, harus diakui bahwa fintech saat ini sangat berarti bagi ekonomi Indonesia karena inklusi finansial tanpa adanya fintech tidak akan mungkin terjadi, justru dengan adanya fintek itulah pertama kali UMKM banyak tersentuh di dalam satu peminjaman, khususnya adalah Fintech Pendanaan, di mana sekarang banyak sekali UMKM Formal dan Informal yang dapat pinjaman dari Fintech Pendanaan.
Dalam perkembangannya, Fintech Pendanaan telah menyalurkan Rp 137,66 triliun kepada masyarakat dan sudah memiliki 40 juta pengguna di seluruh Indonesia yang sebagian besarnya adalah pelaku UMKM. Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar Kasan, menyatakan di tahun 2021, tantangannya bagi industri Fintech Pendanaan adalah dalam membangun pangsa pasar dalam ekosistem sangat besar dan menjadi kunci kesuksesan dan kesinambungan bisnis. "Selain itu platform juga diharapkan dapat memberikan nilai tambah tidak hanya pinjaman, tetapi turut mengatasi persoalan peminjam dan mengembang kan bisnis peminjam," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari