KONTAN.CO.ID - Perlahan tapi pasti, bisnis
e-commerce kian menggerogoti pasar toko fisik. Tengok saja, kinerja raksasa
e-commerce dunia yang terus membukukan pertumbuhan pendapatan. Terbaru adalah penguasa
e-commerce China: Alibaba.
E-commerce milik taipan Jack Ma ini mencetak pendapatan 50,1 miliar yuan, setara US$ 7,51 miliar pada kuartal I yang berakhir Juni 2017. Reuters menyebut, pendapatan ini naik 56%, melampaui prediksi analis yang memperkirakan pendapatan Alibaba hanya 47,7 miliar yuan. Pendapatan tertopang bisnis inti Alibaba di sektor
e-commerce yang tumbuh 73%. Sektor ini berkontribusi hingga 86% terhadap total pendapatan. Lainnya dari bisnis di sektor hiburan dan komputasi awan alis cloud. Perinciannya, pendapatan bisnis hiburan naik 30% menjadi 4 miliar yuan.
Sejak dua tahun terakhir, perusahaan Jack Ma ini gencar melebarkan sayap dengan mendirikan Alibaba Music Group yang menaungi musisi China. Tahun lalu, Alibaba melebarkan sayam dengan membeli saham S.M Entertainment, agensi artis K-Pop terbesar di Korea Selatan. Dalam bisnis
cloud, pendapatan tumbuh Alibaba meroket hingga 96% menjadi 2,4 miliar yuan. Jumlah pelanggannya berbayar cloud Alibaba naik berlipat-lipat menjadi 1 juta pelanggan naik dari 577.000 pengguna di tahun sebelumnya. Dari sisi pendapatan, Alibaba memang masih kalah jauh dari pesaingnya asal Amerika Serikat (AS), Amazon. Tapi, bisnis Alibaba jauh lebih menguntungkan. Sebagai gambaran, di periode kuartal I yang berakhir Juni 2017, Alibaba mencatatkan kenaikan laba dua kali lipat jadi US$ 2,1 miliar. Sementara Amazon di kuartal II 2017, justru labanya merosot 77% menjadi US$ 197 juta (lihat tabel). Analis Jonathan Weber bilang, Alibaba menunjukkan pertumbuhan kinerja yang hebat. "Tak seperti Amazon, Alibaba jauh lebih menguntungkan," ujarnya. Chief Executive Alibaba Daniel Zhang mengaku gembira dengan pencapaian tersebur. Namun Alibaba tak 100% mengandalkan bisnis online. "Kami juga berharap kontribusi besar dari penjualan
offline yang jadi bagian dari strategi ritel baru kami," kata Zhang. Kekuatan belanja China dan dukungan Pemerintah China menolong kinerja Alibaba. Apalagi, adanya larangan aktivitas perusahaan teknologi asing di China. Hal ini membuat Alibaba mudah menguasai pasar domestik China. "Ini menunjukkan China akhirnya berhasil menempati posisi penting di ruang internet yang selama ini didominasi perusahaan teknologi asal Amerika AS," kata Hans Tung, Managing Partner GGV Capital seperti dikutip dari
The New York Times. Analis Pasific Epoch Steven Zhu memuji model bisnis Alibaba yang bermain di dua kaki yakni offline dan online. Ia menilai integrasi tersebut akan menguatkan posisi Alibaba di bisnis ritel.
Bukan tidak mungkin Alibaba akan menggeser posisi Amazon yang hingga kini masih merajai bisnis e-commerce. Sebab perusahaan asal AS amat menghindari terjun langsung di bisnis
offline karena tidak efisien. Namun,di China, bisnis
offline tetap menarik. Pergerakan Alibaba ke Asia juga lebih lincah. Pasca menguasai Lazada, Alibaba juga mengumumkan investasi di Tokopedia, online asal Indonesia senilai Rp 14,7 triliun. Persaingan di wilayah Asia Tenggara antar perusahaan teknologi bakal kian ketat. Pasalnya, kelas menengah di Asia Tenggara yang berkembang pesat membentuk medan pertempuran bagi raksasa
e-commerce global. Semua pemain
e-commerce melihat pasar Asia Tenggara menjadi cikal bakal pertumbuhan belanja ke depan. Amazon misalnya telah mendirikan toko di Singapura:
Prime Now. Melihat aksi agresif Alibaba, bukan tak mungkin Amazon juga akan gencar menggarap pasar di kawasan ini.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie