Ambil saham Inalum, pemerintah harus sediakan duit US$ 700 juta



JAKARTA. Pemerintah harus menyediakan dana sebesar US$ 700 juta untuk menguasai PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dana tersebut merupakan kompensasi untuk pengambilalihan saham yang dikuasai oleh Nippon Asahan Alumunium Co. Ltd. (NAA).Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, nilai tersebut merupakan hasil perhitungan sementara. "Ada ketentuan setahun sebelum 2013 angka itu kami finalisasi. Jadi kami masih banyak waktu," ujar Hidayat, Selasa (8/2). Hidayat mengaku belum membahas sumber dana untuk membayar kompensasi itu. Yang jelas, dia mengatakan, nilai aset Inalum saat ini sekitar US$ 1,2 miliar dan pemerintah ingin mengakhiri kerjasama sesuai kesepakatan dengan pihak Jepang yaitu pada tahun 2013.Sambil menanti jatuh tempo kesepakatan itu, Indonesia dan Jepang akan menggelar rangkaian pertemuan untuk membahas tata cara pengalihan serta hak dan kewajiban masing-masing. Selain itu, memantau kinerja manajemen Inalum supaya makin meningkat hingga saat pengalihan ke pemerintah nanti.Rencananya, pertemuan perdana dengan pihak Jepang berlangsung pada tanggal 18 Februari nanti. "Kami juga akan mendengarkan pihak Jepang nanti keberatannya apa," kata mantan Ketua Umum Kadin itu.Inalum adalah proyek kerjasama antara pemerintah Indonesia dan investor asal Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Alumunium Co.Ltd (NAA). Kerjasama ini dimulai sejak tahun 1975 dan akan berakhir pada 2013 nanti. Saat ini, pemerintah Indonesia menguasai saham Inalum sebesar 41,12%, sedangkan sisanya sebesar 58,88% dikuasai oleh NAA.Setelah resmi beralih kepada Indonesia, pemerintah akan menggelar tender terbuka untuk menentukan siapa yang akan menjalankan Inalum. Hidayat juga tidak menampik peluang pihak Jepang untuk kembali terlibat di Inalum. "Kalau tender terbuka siapa saja boleh ikut, nanti kami lihat kinerjanya. Tapi, porsi mayoritas harus Indonesia," tandas ketua tim perundingan pengambilalihan Inalum itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can