Ambisi SOLA Membangun Lintasan Rantai Pasok Bisnis Aspal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) berambisi membangun bisnis melalui ekspansi perusahaan setelah berhasil melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) belum lama ini, Rabu (8/5). Tepat sebulan, perusahaan telah secara aktif memacu kinerja dengan bergerak merealisasikan rencana bisnis yang telah dicanangkan setidaknya yang tertuang dalam Innitial Public Offering (IPO).

Berdiri pada tahun 2015, SOLA bergerak dalam bisnis modifikasi aspal di samping juga melanjutkan bisnis Pembangkit LIstrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dari perusahaan induk sebelumnya yang telah diakuisisi. Setelah selesai dalam proses restrukturisasi melalui konsolidasi anak-anak perusahaan, akhirnya SOLA berdiri dengan enam anak perusahaan.

Adapun empat perusahaan diantaranya PT Aspal Polimer Emulsindo dan PT Aplikasi Bitumen yang berada di Demak, PT Modifikasi Bitumen Sumatera di Muara Enim, PT Bumiraya Energi Hijau di Jakarta. Sedangkan 2 lainnya dalam periode awal yakni PT Xolabite Bitumen Industri di Tuban, dan PT Xolabite Bitumen Borneo.


Melalui anak perusahaan inilah, SOLA hendak membangun jaringan rantai pasok bisnis aspal. Saat ini perusahaan sudah mengintegrasikan bisnis, yakni produksi melalui usaha modifikasi aspal serta aplikator atau kontraktor pengerjaan jalan area tambang atau hauling road.

Baca Juga: Xolare RCR Energy Alokasikan Capex Tahun Ini untuk Pembangunan Pabrik Aspal di Tuban

Selain itu, Xolare juga mengembangkan bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sektor ini diakomodir oleh PT Bumiraya Energi Hijau sebagai kontraktor PLTS berbasis industri.

Presiden Direktur SOLA, Mochamad Bhadaiwi melihat, prospek bisnis di aspal dan pembangkit listrik dapat berkelanjutan. Menurutnya bisnis aspal adalah bisnis yang consumable.

Aspal menjadi bahan baku utama untuk infrastruktur jalan. Selain itu, perusahaan tengah bermain dengan sedikit pemain bahkan memiliki potensi ekspor dengan produk modifikasi aspalnya.

Di sisi lain, bisnis EBT memiliki pasar yang terbuka luas, berkaca pada dorongan pemerintah untuk beralih ke energi terbarukan. Atas dasar itulah, kini perusahaan memutuskan untuk tidak bermain di PLT Termal.

Di saat yang sama, PLTGU yang merupakan bisnis warisan diputuskan untuk tidak dilanjutkan. Hal ini didasari atas hak paten teknologi yang tidak dimiliki pasca pengambilalihan.

Baca Juga: Xolare RCR Energy (SOLA) Incar Pendapatan Rp 118,62 Miliar di 2024

Bhadaiwi mengungkapkan, baik bisnis aspal maupun elektrikal memiliki tantangan bisnis tersendiri. Dari bisnis aspal, sebanyak 1 -1,5 juta ton per tahun konsumsi di Indonesia, dimana sekitar 30%-40% diproduksi oleh Pertamina di kilang Cilacap dan sisanya diimpor dari Timur Tengah dan Singapura.

Xolare harus menanggung biaya pengiriman aspal dari pabrik Demak ke proyek perusahaan pada industri tambang di Kalimantan lebih besar ketimbang biaya impor dari Timur Tengah. Atas dasar inilah, perusahaan bertekad untuk membangun anak usahanya bernama PT Xolabite Bitumen Borneo.

Seluas 9.500 m2 tanah sudah disiapkan di Samboja, kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), namun lagi-lagi terbentur regulasi oleh otorita. Ditambah lagi, kabar pengunduran diri petinggi IKN menyebabkan semakin runyamnya perizinan.

Secara keseluruhan, bisnis aspal menjadi segmen utama oleh SOLA dengan persentase 65%. Di saat yang sama, bisnis eletrikal juga menunjukkan keberlanjutan dengan dimulainya beberapa proyek dengan menawarkan konsep zero capex pada industri.

“Fokus kami dengan menjalankan rpd dan bisnis, semuanya sudah disusun ke depan mau ngapain aja walaupun di tengah jalan ada yang baru sepeti pengembang PLTS, ” terang Bhadaiwi kepada Kontan, Rabu (5/6).

Baca Juga: BEI Cabut Suspensi Saham Sejahteraraya (SRAJ) dan Xolare Energy (SOLA)

Dalam rangka menopang rencana ekspansi, SOLA telah menghimpun dana lewat IPO. Dengan menebar 656,25 juta saham atau setara dengan 20% dari modal ditempatkan dan di tempat setor, SOLA berhasil meraup dana segar Rp 72,19 miliar.

Secara keseluruhan, sebanyak 71,22% dari dana perolehan IPO setelah dikurangi biaya-biaya emisi atau setara dengan Rp 51,38 miliar, bakal digunakan untuk untuk meningkatkan modal pada lima entitas usaha Xolare.

Di sisi lain, sebanyak Rp 16 miliar akan digunakan untuk membangun pabrik aspal membran dan aspal couting. Kemudian, sebanyak Rp 1,5 miliar akan digunakan untuk renovasi pabrik di Demak dan sebanyak Rp 2,5 miliar untuk renovasi pabrik di Muara Enim.

SOLA menargetkan untuk membangun depo-depo aspal sehingga bisa dijual langsung kepada masyarakat. Perusahaan sendiri memiliki produk aspal yang berada di karung-karung sehingga tidak perlu membutuhkan terminal yang memiliki kapasitas yang besar.

Dalam jangka pendek, Xolare hendak membangun depo di Palembang, Tuban, dan Kalimantan. Adapun dalam jangka menengah, akan tersebar Sumatra Utara, Lampung, Jabotabek, Cilacap, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi, serta Papua untuk jangka panjang.

Baca Juga: Xolare (SOLA) Raih Kontrak Rp 27,24 Miliar Garap Proyek di Kalimantan Selatan

Xolare mengklaim, berdirinya setiap depo mampu menghasilkan setidaknya Rp 45 miliar. Emiten ini menargetkan pendapatan sekitar Rp 115 miliar di tahun 2024. Sedangkan laba bersih ditargetkan Rp 20 miliar.

Lebih lanjut, di tahun 2025 sampai dengan 5 tahun selanjutnya tingkat pertumbuhan per tahun atau Compounded Annual Growth Rate (CAGR) berkisar di level 20%-35%. “ Hal ini bisa tercapai karena terdapat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang yang sudah ada," kata Bhadaiwi.

Saat ini perusahaan tengah berfokus untuk mengembangkan rantai pasok yang ada di dalam negeri. Selain itu, Xolare tengah mengembangkan produk salah satunya aspal membran yang berpotensi ekspor baik Asia Tenggara hingga Australia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati