Amerika akan Meneliti Kemungkinan Penyebaran Flu Burung Pada Sapi Lewat Saluran Nafas



KONTAN.CO.ID - MICHIGAN. Badan federal dan negara bagian AS tengah merencanakan mengenai potensi penyebaran flu burung pada sapi perah. Para ilmuwan dan pejabat pemerintah berharap, penelitian ini akan menjadi panduan bagi upaya meredam penyebaran virus dan mengurangi paparan terhadap manusia.

Mengutip Reuters, Sabtu (8/6), pejabat pertanian dan kesehatan masyarakat negara bagian Michigan mengungkapkan, penyebaran melalui saluran pernafasan membuat virus memiliki peluang lebih banyak untuk berevolusi.

Sejauh ini, para ilmuwan menduga virus ini menyebar di antara hewan dan manusia melalui kontak dengan susu yang terinfeksi virus atau tetesan susu yang mengandung aerosol, atau dari paparan burung atau unggas yang terinfeksi.


Baca Juga: WHO Konfirmasi Kematian Pertama Manusia Akibat Flu Burung A(H5N2)

Tim Boring, direktur Departemen Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Michigan bekerja sama dengan Michigan State University dan Departemen Pertanian AS (USDA) merencanakan penelitian di pertanian guna mengevaluasi penyebaran penyakit melalui pernapasan.

“Ini merupakan kekhawatiran yang sedang kami kembangkan dan cari tahu lebih lanjut,” kata Boring.  Penelitian ini merupakan prioritas tinggi dan penting untuk memandu kebijakan publik negara, katanya.

Juru bicara USDA mengatakan lembaga tersebut sedang meneliti infeksi pernapasan pada sapi perah dengan mitra termasuk universitas di seluruh negeri untuk lebih memahami virus ini dan mengendalikan penyebarannya.

Flu burung telah dilaporkan di lebih dari 80 peternakan sapi perah di 11 negara bagian sejak akhir Maret.

Mekanisme pasti penyebaran virus ini masih belum jelas, meskipun terdapat bukti penularan ke sapi melalui burung liar dan sapi lainnya.

Virus ini teridentifikasi terutama pada susu, namun juga pada usapan hidung dalam jumlah yang lebih sedikit, kata Zelmar Rodriguez, seorang dokter hewan perah dan asisten profesor di Fakultas Kedokteran Hewan Michigan State University yang telah meneliti peternakan yang terkena dampak virus ini.

“Kalau ada di hidung, saat sapi sedang mengeluarkan (virus), berpotensi menular melalui udara,” ujarnya.

Setiap perubahan dalam cara penularan virus memberikan peluang bagi virus untuk berkembang, kata Richard Webby, ahli virologi di Rumah Sakit Penelitian Anak St. Jude yang mempelajari flu pada hewan dan burung untuk Organisasi Kesehatan Dunia.

“Kami tentu tidak menginginkan hal itu,” kata Webby.

Baca Juga: Flu Burung Ditemukan di China Barat, Peternak Unggas Waspada

Namun agar virus ini menjadi ancaman yang lebih signifikan terhadap kesehatan manusia, virus tersebut perlu mengalami mutasi genetik lebih lanjut.

Pekerja sapi perah ketiga yang terjangkit flu burung, yang tinggal di Michigan, melaporkan gejala pernafasan, termasuk batuk. 

Pakar flu mengatakan pekerja tersebut kemungkinan besar tertular melalui kontak dekat dengan susu melalui percikan atau tetesan aerosol.

Gejala pernapasan sering terlihat pada infeksi flu burung pada manusia sebelumnya. Dua pekerja AS pertama yang diketahui terinfeksi selama wabah ini hanya melaporkan gejala konjungtivitis, atau mata merah.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika mengatakan kasus terbaru ini tidak mengubah penilaian mereka bahwa flu burung memiliki risiko rendah bagi masyarakat umum, dan belum ada bukti penularan dari manusia ke manusia.

Natasha Bagdasarian, kepala eksekutif medis Michigan, dalam sebuah wawancara mengatakan, pekerja dengan gejala pernapasan tersebut masih dalam tahap pemulihan hingga beberapa hari yang lalu.

Baca Juga: Flu Burung Menyerang Mamalia di Dekat Antartika untuk Pertama Kalinya

Ia menambahkan, Michigan berencana memulai studi terhadap sampel darah untuk mencari bukti adanya infeksi flu burung di kalangan pekerja peternakan bulan ini.

Reuters melaporkan pada tanggal 30 Mei bahwa negara bagian dan CDC akan melakukan penelitian untuk memahami prevalensi penyakit pada manusia dan apakah ada pekerja susu yang sebelumnya tertular virus tersebut.

“Kami memiliki orang-orang dari CDC yang berada di negara bagian tersebut saat ini,” kata Bagdasarian. 

“Kami telah bekerja sangat erat dan kolaboratif dengan mereka, protokol kami sudah berjalan."

Editor: Herlina Kartika Dewi