Amerika dan China mencari titik temu



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat (AS) masih mencari titik temu kesepakatan perdagangan dengan China. Hal tersebut diungkapkan oleh Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow pada Selasa (15/5) ketika berbicara tentang dua kekuatan ekonomi dunia di Washington pekan ini.

Kudlow dalam wawancara dengan Politico seperti dikutip Reuters mengatakan, ia mendukung upaya Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin membuat kesepakatan dengan China. Kedua negara harus mengambil tindakan. Namun hingga saat ini belum ada kesepakatan yang dicapai.

"Kedua belah pihak harus berusaha menurunkan tarif sebanyak mungkin dan menurunkan hambatan non-tarif dimanapun mereka berada," kata Kudlow. Dia menganggap hal terpenting adalah membuka perdagangan bebas.


Pejabat ekonomi dan perdagangan AS akan membahas hambatan perdagangan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He. Keduanya akan membahas kekhawatiran atas perlindungan kekayaan intelektual, barang-barang pertanian hingga kapasitas baja.

Enggan perang dagang

Kudlow mengatakan, AS sejatinya tidak ingin ada perang dagang dengan China. Pertemuan minggu ini merupakan diskusi lanjutan setelah AS-China bertemu di awal bulan ini. Saat itu, kedua negara tersebut gagal mencapai kesepakatan.

Kekhawatiran perang dagang muncul dari aksi yang dilakukan AS dan China. Keduanya secara bergantian mengusulkan kenaikan tarif impor produk dari dua negara itu. Hal ini juga berpotensi mengganggu rantai pasokan dan rencana investasi bisnis. Imbasnya juga menganggu ekonomi global

Duta Besar AS untuk China Terry Branstad sebelumnya mengatakan, AS membutuhkan jadwal pasti bagaimana langkah-langkah China untuk membuka pasar ekspor. Sebab, belum ada kejelasan atas friksi perdagangan tersebut.

Branstad menambahkan, China juga belum memenuhi janji membuka bisnis asuransi dan keuangan bagi perusahaan AS, serta mengurangi tarif impor produk otomotif. "Trump juga ingin melihat peningkatan dramatis ekspor makanan ke China," kata dia.

Namun ada potensi membaiknya hubungan dagang dari meningkatnya ekspor LNG. "AS dan China adalah dua ekonomi terbesar. Semakin banyak kami menyelesaikan masalah, semakin baik," ujar Branstad. Kebaikan tersebut tak hanya bagi AS dan China, tapi ekonomi dunia.

Editor: Wahyu T.Rahmawati