Amerika Serikat bakal berlakukan pembatasan pada tentara LGBT



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Departemen Pertahanan Amerika Serikat menandatangani memo pada hari Selasa lalu yang akan memberlakukan pembatasan pada orang-orang transgender yang bertugas di militer. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 12 April dan akan melarang sebagian besar transgenser untuk bertugas jika mereka memerlukan perawatan hormon atau operasi transisi.

Dilansir dari Reuters, memo tersebut ditandatangani oleh David Norquist yang saat merupakan orang nomor dua di Pentagon. Namun pembatasan ini memungkinkan adanya perlakuan khusus pada kasus-kasus tertentu.

Sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada Juli 2017 tentang larangan pada transgender yang bertugas di dinas militer. Dia kemudian menerima rekomendasi Pentagon untuk membatasi larangan bagi individu dengan riwayat disforia gender, yang didefinisikan sebagai individu yang mungkin memerlukan perawatan medis yang substansial dan memungkinkan adanya beberapa pengecualian.


Serangkaian tntenagan hukum telah menunda kebijakan tersebut untuk diterapkan. 

Namun Mahkamah Agung AS pada bulan Januari lalut elah mencabut keputusan pengadilan yang lebih rendah yang telah memblokir kebijakan tersebut, sehingga kebijakan tersebut bisa berlaku.

Keputusan Trump untuk melarang banyak pasukan transgender membalikkan kebijakan penting Presiden Barack Obama, untuk membiarkan individu transgender melayani negara secara terbuka di angkatan bersenjata dan menerima perawatan medis untuk transisi gender.

Keputusan itu pun memicu teguran keras dari Ketua DPR dari Partai Demokrat Nancy Pelosi.

"Kebijakan Presiden atas larangan pandangan fanatiknya terhadap tentara transgender adalah serangan kepada para patriot yang menjaga kita tetap aman dan pada cita-cita paling mendasar dari bangsa kita," katanya dalam sebuah pernyataan.

Dia juga mengatakan bahwa posisi Trump mewakili prasangka, bukan patriotisme.

Kritik juga datang dari para pendukung LGBT. "Pemerintahan Trump bertekad untuk membawa kembali kebijakan yang memaksa anggota militer untuk memilih antara melayani negara atau mengungkapkan jati diri mereka," kata Aaron Belkin Direktur Palm Center, lembaga think tank yang menyoroti hak LGBT.

Editor: Tendi Mahadi