KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pasukan Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis menggempur Suriah melalui serangan udara pada Sabtu (14/4) pagi. Serangan rudal ini sebagai pembalasan atas serangan gas beracun oleh rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad di sebuah kota di Damaskus, yang menewaskan puluhan warga sipil pada pekan lalu. Presiden AS Donald Trump mengumumkan aksi militer tersebut dari Gedung Putih pada Jumat malam. Perdana Menteri Inggris Theresa May dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, Inggris dan Prancis telah bergabung dalam serangan itu. "Beberapa waktu yang lalu, saya memerintahkan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat untuk meluncurkan serangan presisi pada target yang terkait dengan kemampuan senjata kimia dari diktator Suriah Bashar al-Assad," kata Trump dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih, seperti dilansir Reuters, Sabtu.
Trump mengatakan dia siap untuk mempertahankan serangkan sampai pemerintah al-Assad menghentikan penggunaan senjata kimia. "Tujuan dari tindakan kami malam ini adalah untuk membangun pencegahan yang kuat terhadap produksi, penyebaran dan penggunaan senjata kimia," ungkapnya. Serangan itu merupakan intervensi terbesar kekuatan Barat terhadap rezim al-Assad dalam tujuh tahun perang sipil di negara itu. Aksi ini juga telah memicu ketegangan antara AS dan sekutunya melawan Rusia, yang ikut campur dalam perang pada 2015 untuk mendukung Assad. Seorang pejabat AS mengatakan bahwa serangan itu ditujukan pada beberapa sasaran dan melibatkan rudal jelajah Tomahawk. Menurut seorang saksi Reuters, setidaknya enam ledakan keras terdengar di Damaskus pada Sabtu dini hari dan asap terlihat naik di atas ibukota Suriah. Saksi kedua mengatakan, distrik Barzah Damaskus telah terkena serangan. Barzah adalah lokasi pusat penelitian ilmiah Suriah. Pada briefing Pentagon, Ketua Kepala Staf Gabungan Joseph Dunford mengatakan target termasuk fasilitas penelitian Suriah dan fasilitas penyimpanan senjata kimia. Sementara, pejabat kedua AS mengatakan target sedang dipilih secara hati-hati dengan tujuan merusak kemampuan Assad untuk melakukan serangan gas lebih lanjut, sambil menghindari risiko penyebaran gas beracun di wilayah sipil. Presiden AS, yang belakangan berusaha membangun hubungan baik dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, juga menyampaikan kata-kata kritis yang tajam bagi Rusia dan Iran, yang telah mendukung pemerintahan Assad. "Untuk Iran dan Rusia, saya bertanya, negara seperti apa yang ingin dikaitkan dengan pembunuhan massal terhadap laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tidak bersalah?" Kata Trump. Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan, telah mengizinkan pasukan bersenjata Inggris melakukan serangan terkoordinasi dan ditargetkan untuk menurunkan kemampuan senjata kimia rezim Suriah. Dia menggambarkannya sebagai serangan terbatas dan terarah yang bertujuan untuk meminimalkan korban sipil. "Ini bukan tentang campur tangan dalam perang sipil Suriah atau tentang mengubah rezim," kata May dalam pernyataan. Belum jelas seberapa luas serangan itu. Para pejabat AS sebelumnya mengatakan bahwa Trump telah memerintahkan serangan yang lebih agresif terhadap Suriah daripada yang direkomendasikan oleh para pemimpin militernya.
Menteri Pertahanan AS Jim Matt dan para pemimpin militer lainnya telah memperingatkan bahwa semakin besar serangan, semakin besar risiko konfrontasi dengan Rusia. Serangan udara, bagaimanapun, berisiko menyeret AS lebih jauh ke dalam perang sipil Suriah, terutama jika Rusia, Iran dan Assad memilih untuk membalas. Sementara, menurut kantor berita SANA, Suriah mengatakan pertahanan udaranya menghadapi agresi AS-Prancis-Inggris. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok yang memantau konflik, melaporkan bahwa serangan itu menargetkan beberapa pangkalan militer, lokasi pengawal republik dan pusat penelitian studi ilmiah. AS memang diduga akan melancarkan sebuah serangan, sejak Trump bersumpah pada Minggu lalu untuk menanggapi secara paksa serangan mengerikan terhadap Douma, sebuah kota di luar Damaskus, benteng terakhir bagi pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad. Diperkirakan sekitar 21 hingga 78 warga sipil menjadi korban di Douma. Serangan gas beracum di Douma mengacaukan rencana Trump untuk wilayah tersebut. Padahal, sebelum laporan serangan kimia itu, Trump mengatakan militer Amerika akan segera menarik diri dari Suriah, setelah kekalahan militan ISIS di sana. Namun, akhir pekan lalu, dia mengutuk serangan kimia tersebut melalui cuitan di Twitter dan memperingatkan akan ada harga besar yang harus dibayar atas serangan itu.
Editor: Dupla Kartini