KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/TAIPEI. Amerika Serikat telah menyetujui paket penjualan senjata senilai US$2 miliar ke Taiwan, kata Pentagon pada hari Jumat (25/10), termasuk sistem rudal pertahanan udara canggih yang diuji coba di Ukraina. Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon mengatakan penjualan baru itu terdiri dari sistem rudal dan sistem radar senilai US$1,16 miliar yang diperkirakan bernilai US$828 juta. Kontraktor utama untuk sistem rudal tersebut adalah RTX Corp, kata Pentagon. "Penjualan yang diusulkan ini melayani kepentingan nasional, ekonomi, dan keamanan AS dengan mendukung upaya berkelanjutan penerima untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya dan mempertahankan kemampuan pertahanan yang kredibel," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Penjualan yang diusulkan akan membantu meningkatkan keamanan penerima dan membantu menjaga stabilitas politik, keseimbangan militer, dan kemajuan ekonomi di kawasan tersebut." Penjualan sistem rudal tersebut adalah untuk tiga solusi pertahanan udara jarak menengah National Advanced Surface-to-Air Missile System (NASAMS) yang mencakup rudal permukaan ke udara AMRAAM Extended Range yang canggih, tambahnya. Baca Juga: Kecam Serangan Israel ke Iran, Arab Saudi: Pelanggaran Hukum Internasional Sistem NASAMS telah diuji dalam pertempuran di Ukraina dan merupakan peningkatan signifikan dalam kemampuan pertahanan udara yang diekspor Amerika Serikat ke Taiwan karena permintaan akan sistem tersebut melonjak. Seorang sumber pemerintah AS mengatakan kepada Reuters dengan syarat anonim bahwa NASAMS adalah senjata baru bagi Taiwan, dengan Australia dan Indonesia sebagai satu-satunya negara lain di kawasan tersebut yang saat ini mengoperasikannya. Kementerian Pertahanan Taiwan menyambut baik pengumuman tersebut, dengan mencatat penggunaan NASAMS yang terbukti di Ukraina dan mengatakan bahwa hal itu akan membantu kemampuan pertahanan udara Taiwan dalam menghadapi manuver militer Tiongkok yang sering terjadi. Militer Taiwan memperkuat persenjataannya agar mampu menghadapi serangan apa pun dari Tiongkok dengan lebih baik, termasuk membangun kapal selamnya sendiri untuk mempertahankan jalur pasokan maritim yang vital. Tiongkok membenci Presiden Taiwan, Lai Ching-te sebagai seorang "separatis" dan telah menolak seruannya yang berulang kali untuk berunding.