Amnesti pajak jilid II tak seampuh sebelumnya



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/2016. Revisi PMK tidak hanya mempermudah jalan bagi wajib pajak peserta amnesti untuk memperoleh surat keterangan bebas (SKB) pajak penghasilan (PPh) atas balik nama aset, melainkan juga membuka kesempatan mendapatkan pengampunan pajak, bak amnesti pajak jilid II.

Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian menilai pengampunan pajak jilid II ini kebijakan yang baik.  Namun,  efektifitasnya tak lagi akan sebagus pelaksanaan pengampunan pajak yang pertama.  Ada beberapa faktor yang membuat efektifitas ini berkurang.

Ia mencatat studi terkait pengampunan pajak yang baik adalah dengan unsur kejutan. Selain itu,  pada pelaksanaanya sebaiknya tidak memunculkan ekspektasi akan adanya pengampunan atau amnesty selanjutnya.


"Ketika sekarang ada pengampunan pajak jilid II, akan muncul ekspektasi adanya pengampunan jilid III,  IV dan seterusnya" ujar Fakhrul. Belum lagi, tarifnya lebih besar dari pengampunan pajak yang pertama. Kondisinya,  saat ini kebanyakan pemain besar yang ingin melegalkan dan membersihkan diri sudah melakukan di pengampunan pajak yang pertama.  

Di pelaksanaan pengampunan pajak yang pertama pun terlihat aliran dana yang lumayan banyak telah masuk ke bursa. Sehingga pada pelaksanaan kedua kalinya ini,  Fakhrul memprediksi aliran dana yang masuk pasar saham tak sebanyak sebelumnya.  "Tax amnesty bukan lagi gain changer di pasar saham Indoneisa. Pengaruhnya minim," Lanjut Fakhrul, Selasa (21/11).  

Pelaku pasar menurutnya tak bisa lagi disuguhkan dengan sentimen. Sudah saatnya ekonomi Indonesia meningkat tanpa adanya tax amnesty. Fahrul bilang, hal yang benar diperhatikan oleh market adalah pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.  

Pemerintah harus bisa menunjukkan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi secara riil.  Mengingat, negara di sekeliling Indonesia, mencatat kondisi ekonomi yang terus membaik. Fakhrul menyebut Malaysia sebagai contoh,  pertumbuhan ekonominya sudah tinggi sekali.  Di Thailand, ekspektasinya juga terus membaik.

"Di 2018 nanti,  dapat dilihat bahwa pendapatan negara bukan pajak sudah  lebih tinggi," ucap Fakhrul. Secara historis kalau harga komoditas terjaga tingi, rasio pajak Indonesia secara alami juga naik.  Selain ada improvement tax collection rate dari Dirjen Pajak sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon