Amplop Jaya terancam pailit akibat utang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Royal Standard Group dipaksa membereskan utang-utangnya lewat pengadilan oleh para kreditur. Kini, proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tengah berjalan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Adapun, perusahaan Royal Standard Group yang masuk PKPU adalah PT Jaya Smart Technology (JST) dan PT Royal Standard. Tak hanya entitas perusahaan, dua orang direksi perusahaan juga diikutsertakan sebagai debitur yakni Untung Sastrawijaya dan Irma Halim. Lewat PKPU, perusahaan bakal harus merestrukturisasi utang dengan para kreditur untuk menghindari pailit. 

Sekadar tahu, kedua perusahaan yang masuk dalam PKPU itu merupakan bergerak di bisnis commercial printing. Salah satu brandnya yang terkenal luas adalah amplop dan buku dengan merek Jaya.


Salah satu pengurus PKPU Pangeran Hutapea mengatakan, setidaknya terdapat 23 kreditur yang mengajukan tagihan terhadap empat kreditur tersebut. Namun sayangnya, ia belum merinci total utang yang ada lantaran, masih perlu diverifikasi ulang.

"Kepada JTS ada delapan kreditur yang mendaftar, PT Royal Standrad juga ada lima kreditur, sementara Untung dan Irma memiliki masing-masing lima kreditur, terkait jumlah masih perlu kami hitung lagi karena masih ada selisih tagihan," jelas Pangeran, Rabu (28/2).

Meski begitu, untuk perhitungan awal, kreditur utama yang memiliki tagihan terbesar adalah Molluca Holdings dengan tagihan mencapai Rp 900 miliar. Adapun utang perusahaan asal Luxemburg ini berasal dari pengalihan utang PT Bank Permata Tbk.

Tak hanya itu, ada juga Bank Mandiri dan Bank OCBC Indonesia yang tercatat sebagai kreditur dengan nilai tagihan sebesar Rp 180 miliar dan Rp 85 miliar. Pangeran juga mengatakan, pihaknya masih perlu memverikasi lagi sifat dari masing-masing tagihan kreditur.

"Seperti Molluca Holdings meski dia telah beli utang dari Bank Permata yang merupakan kreditur separatis (dengan jaminan) tapi masih ada kekurangan dokumen yang menyatakan mereka masuk sebagai separatis," jelas dia.

Sementara itu di keesempatan yang sama, kuasa hukum dari Royal Standard Group Jimmy Simanjuntak mengakui, sudah tidak ada masalah terkait niliai tagihan. "Bagi kami sudah kami akui tagihannya, baik Molluca dan yang lainnya," tegasnya.

Pihaknya juga mengatakan, saat ini sedang menyusun proposal perdamaian untuk dibagikan kepada para kreditur. Pasalnya, saat ini penasehat keuangan perusahaan masih bekerja untuk menyusun skema pembayaran yang akan digunakan.

Kendati begitu, Jimmy bilang, bisnis kliennya itu masih sangat prospektif ke depan. Sehingga, ia optimistis dan selalu berupaya untuk mencapai perdamaian dalam PKPU. Terkait proposal perdamaian, pihaknya akan menyerahkan satu proposal perdamaian yang mewakili keempat debitur.

Pasalnya, pihak yang dapat menawarkan proposal perdamian hanyalah entitas perusahaan. Dengan begitu, perusahaan mampu menuliskan prospek bisnis ke depan untuk membayar utangnya melalui skema pembayaran.

"Mana bisa perorangan seperti Pak Untung Sastrawijaya dan Irma Halim turut menawarkan proposal. Mereka bukan badan hukum perusahaan," ujarnya. Adapun proposal itu ia akan serahkan secepatnya.

Sekadar tahu saja, Royal Standard Group ini masuk dalam PKPU sejak 30 Januari 2018 lalu setelah permohonan yang diajukan Bank OCBC diterima oleh majelis hakim. Saat itu, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, menganggap keempat debitur itu telah memiliki utang yang telah jatuh tempo kepada pihak bank, sehingga dibutuhkan waktu untuk merstrukturisasi utang-utangnya, sesuai dengan UU No.37/2004 tentang PKPU dan Kepailitan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia