KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) akan meluncurkan AMSI Crisis Center COVID-19 pada 27 Juli 2021. Inisiatif AMSI membentuk AMSI Crisis Center COVID-19 ini bertujuan membantu pekerja media dan keluarganya yang terpapar COVID-19, agar mendapatkan akses layanan kesehatan yang memadai dan melewati masa pemulihan dengan baik. Seperti halnya warga lain, para pekerja media tak selalu mudah mendapatkan akses layanan kesehatan. Karena itu sebagai organisasi yang menaungi 300 lebih media online di Indonesia, AMSI berinisiatif membentuk Tim AMSI Crisis Center COVID-19.
Baca Juga: 4.371 Pekerja media menerima vaksinasi dosis II di Balaikota Jakarta AMSI Crisis Center COVID-19 akan berupaya membantu pekerja media sejak pertama terpapar dengan memberikan edukasi penanganan pertama serta berupaya memberikan bantuan yang diperlukan, sesuai ketersediaan bantuan dan jaringan di pusat maupun daerah. “Tujuannya untuk membantu pemulihan dan menekan fatalitas. Saat ini data yang kami terima, di Jawa Timur saja setidaknya 38 pekerja media telah meninggal selama masa pandemi. Banyak lagi yang masih dalam perawatan baru terpapar,” kata Upi Asmaradhana, Koordinator Utama AMSI Crisis Center. AMSI Crisis Center COVID-19 akan dipimpin Koordinator Utama yaitu Upi Asmaradhana (CEO KGI Network), dengan melibatkan pengurus AMSI pusat dan daerah, serta para ahli di bidangnya masing-masing seperti: dokter, psikolog, agamawan dan lain-lain.
Baca Juga: Masyarakat pers apresiasi pemerintah atas vaksinasi wartawan Kalangan dokter yang telah menyatakan kesediaan untuk terlibat dalam AMSI Crisis Center COVID-19 antara lain: dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, PhD (Direktur RS Universitas Sebelas Maret, Surakarta), dr. Khoirul Hadi, SpKK (Dokter spesialis di Solo dan sekaligus penyintas COVID-19), dr. Adib Khumaidi, SpOT. (Ketua Terpilih PB IDI & Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia), dr. Mahesa Paranadipa Maikel, MH (Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi IDI & Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia), dr. Ulul Albab, SpOG. (Sekjen POGI JAYA). Kalangan psikolog yang menyatakan mendukung tim AMSI Crisis Center COVID-19 adalah Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si. (Ketua HIMPSI Solo), Tim Psikolog Sadari.id, Elok Farida Husnawati, S.Psi. (HRD PT Sarana Pembangunan Jawa Tengah (SPJT). Sedangkan dari kelompok swasta yang bersedia memberikan dukungan adalah Pyridam Farma, dan jaringan Siloam Hospitals Group. “Saat ini Tim Crisis Center terus menjajaki kerja sama dengan pihak-pihak lainnya,” kata Upi Asmaradhana. Tidak hanya memberikan bantuan pada yang terpapar, AMSI Crisis Center COVID-19 juga akan mendata para penyintas COVID-19 yang layak memberikan donor darah konvalesen.
Baca Juga: Rikando Somba-Yulis Sulistyawan Pimpin AMSI DKI Jakarta periode 2021-2024 Untuk itu AMSI Crisis Center COVID-19 memanggil banyak pihak dari kalangan ahli dan korporasi swasta, di berbagai daerah, yang memiliki kepedulian, berkolaborasi mendukung penanganan dan pemulihan para pekerja media, agar media tetap bisa bekerja memberikan informasi yang dibutuhkan publik. “Dukungan bagi pekerja media ini diperlukan, agar masyarakat mendapatkan informasi perkembangan penanganan pandemi COVID-19 dengan akurat dan pemerintah dapat mengambil langkah penanganan pandemi dengan tepat,” ujar Upi. Media merupakan salah satu sektor esensial yang tidak berhenti saat bencana, termasuk saat pandemi COVID-19. Meskipun banyak media telah menerapkan ketentuan bekerja dari rumah sesuai ketentuan pemerintah, sebagian kecil tim masih diperlukan melakukan peliputan untuk memotret dan melaporkan langsung kondisi penanganan pandemi di lapangan.
“Untuk memberikan informasi yang utuh bagi publik, pekerja media tetap perlu melakukan observasi dan konfirmasi realitas di lapangan, tidak cukup hanya melalui ruang Zoom atau telepon,” kata Wenseslaus Manggut, Ketua Umum AMSI di Jakarta, Jumat (23/7) memaparkan latar belakang pembentukan AMSI Crisis Center COVID-19. Akibatnya, di antara pasien terpapar saat ini terselip para pekerja media dan keluarganya. Kondisi ini berdampak pada kelangsungan produktivitas media dalam memenuhi hak informasi publik. Ketika pekerja media terpapar atau keluarganya, berarti mereka harus berhenti melakukan tugas lapangan, setidaknya selama satu bulan untuk perawatan dan pemulihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hasbi Maulana