AMTI: Industri rokok kian terimpit aturan rokok dan tembakau



MOJOKERTO. Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) meminta pemerintah tidak bersikap diskriminatif terhadap industri rokok yang merupakan salah satu industri prioritas.

Ketua AMTI Sudaryanto mengatakan, pemerintah selama ini memperlakukan industri rokok dengan kebijakan-kebijakan yang terus mengimpit. Seolah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bertujuan agar industri rokok lama kelamaan akan hilang. "Padahal, industri rokok kretek belum dihapus dari 10 industri nasional yang diprioritaskan," kata Sudaryanto saat mengunjungi Mitra Produsen Sigaret (MPS) KUD Tani Bahagia, Gondang, Mojokerto, Jumat (1/7).Sudaryanto juga merasa industri rokok terus ditekan dengan aturan yang membebani di antaranya dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang rokok dan tembakau.Sudaryanto bilang, industri rokok lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan industri makanan dan minuman. Saat ini tenaga kerja yang terserap di sektor ini dari petani tembakau, petani cengkeh dan pabrik rokok berjumlah sekitar 6 juta orang.Demikian juga dengan sumbangan industri rokok terhadap devisa negara yang mencapai sekitar Rp 60 triliun per tahun. "Tahun ini mungkin bisa meningkat sampai Rp 70 triliun," imbuh Sudaryanto.Joko Wahyudi, Ketua Paguyuban Mitra Produsen Sigaret Indonesia (MPSI), mengatakan bahwa industri rokok kretek mampu menyerap tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan SD hingga SLTA. Joko mengatakan, MPS sebagai mitra yang memproduksi SGT untuk PT HM Sampoerna itu berada di 38 lokasi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DIY. Total karyawannya secara keseluruhan mencapai 60.000 orang. Selain PT HM Sampoerna perusahaan rokok lainnya juga memiliki mitra untuk memproduksi SGT di antaranya PT Djarum dengan jumlah karyawan 60.000 orang dan PT Gudang Garam sebanyak 30.000 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini