KONTAN.CO.ID - Rancangan Peraturan Pemerintah terkait pengamanan zat adiktif dinilai menuai pro dan kontra. Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyayangkan Pemerintah yang hanya memandang eksosistem pertembakauan sebagai elemen parsial dalam proses penyusunan kebijakan. Dalam pasal 435 hingga pasal 460 tentang Pengamanan Zat Adiktif di RPP Kesehatan AMTI menyoroti bahwa Pemerintah bukan lagi mengatur, melainkan membuat pelarangan yang sangat restriktif terhadap berbagai aktivitas elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan. "Kami menghargai niat baik pemerintah dalam menyusun regulasi ini, namun juga harus dilandaskan itikad baik. Bolehlah kiranya melihat dan mempertimbangkan berbagai aspek,” ujar Hananto Wibisono, Sekretaris Jenderal AMTI dalam rilis, Kamis (21/9).
Hananto menambahkan dalam amanah UU Kesehatan itu sendiri pertembakauan harus diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri bukan dalam satu RPP yang menggabungkan semua hal.
Baca Juga: Aliasi Masyarakat Tembakau Sebut RUU Kesehatan Jadi Regulasi Diskriminatif Baginya dampak dari pelarangan dalam RPP ini sangat luas. Dia bilang akan ada banyak sekali elemen dan jutaan orang yang bergantung penghidupannya pada ekosistem pertembakauan. “Usulan AMTI, marilah kita membicarakan pengaturan ekosistem pertembakauan secara seksama sehingga dapat melahirkan regulasi yang adil, berimbang, dan tidak menegasi satu pihak," sebut Hananto. Pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Ali Rido merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan untuk tidak hanya fokus pada bahasan substantif RPP Kesehatan, namun juga harus menaruh perhatian pada teknis peraturan perundang-undangan. "Patut diingat bahwa wujud peraturan yang baik dan benar itu ketika secara teknis formalnya dapat diimplementasikan secara baik. Harapannya RPP Kesehatan ini juga jelas dan tegas dalam konteks pengaturannya," kata Ali Rido.
Baca Juga: Tembakau Disebut Punya Potensi Ekonomi yang Besar Rido menjelaskan, sesuai dengan narasi diksi yang disebutkan dalam pasal 152 UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023 ketentuan lebih lanjut mengenai Pengamanan Zat Adiktif, berupa produk tembakau dan rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah. "Materi muatannya berbeda maka pengaturan tentang zat adiktif harus dibuat satu peraturan mandiri. Jika dilihat dalam RPP saat ini, ketika zat adiktif dimasukkan dalam satu RPP, berarti menghindari putusan MK yang sudah menegaskan soal penyelarasan narasi diksi," tegas Ali Ridho. Rido juga mempertanyakan terkait ketentuan sanksi denda administratif dalam pasal 443 yang menyebutkan denda administratif sebesar Rp.500.000.000. Bahwa pernyataan sanksi ini perlu direfleksikan kembali, sebab kontradiktif dengan yang diamanatkan dalam UU Kesehatan.
Begitu juga dengan pemberian sanksi terkait Pasal 439 berupa larangan bagi setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau kurang dari 20 (dua puluh) batang dalam setiap kemasan akan dikenakan sanksi administratif dan penarikan produk. "Ada cacat logika di pasal ini sehingga harus ditelaah lagi. Kata dan merujuk bahwa sanksi yang diberikan bersamaan, serta merta. Sulit untuk memahami logika pengenaan sanksi seperti ini. Harus menjadi pertimbangan lagi," tutur Rido lebih lanjut.
Baca Juga: Cukai Rokok Bakal Naik 10%, AMTI Soroti Nasib Pekerja Sektor IHT Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Jane Aprilyani