JAKARTA. Niat pemerintah merevisi Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kembali menggebu. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi pasal 164 ayat 3 UU 13/2003 yang mengatur soal pemutusan kerja (PHK) semakin memperkuat alasan pemerintah merombak beleid tersebut. Sejatinya, pemerintah pernah mengajukan draf revisi UU Ketenagakerjaan ke DPR. Tapi, oleh DPR, draf tersebut dikembalikan lagi lantaran tak berpihak ke pekerja. Alhasil, revisi beleid itu terpental dari daftar program legislasi nasional 2012. Toh, pemerintah tetap menggodok draf revisi UU Ketenagakerjaan tersebut dan akan diajukan ke DPR lagi secepatnya. Salah satu poin revisi, tentu saja soal ketentuan PHK. Pemerintah akan mempertegas lagi ketentuan PHK dengan mengacu pada keputusan MK. Irianto R. Simbolon, Dirjen Perselisihan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bilang, yang dimaksud perusahaan tutup dalam pasal 164 ayat 3, memang harus dimaknai sebagai perusahaan yang tutup permanen karena bangkrut atau sudah tidak bisa beroperasi lagi.
Amunisi baru revisi beleid ketenagakerjaan
JAKARTA. Niat pemerintah merevisi Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kembali menggebu. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi pasal 164 ayat 3 UU 13/2003 yang mengatur soal pemutusan kerja (PHK) semakin memperkuat alasan pemerintah merombak beleid tersebut. Sejatinya, pemerintah pernah mengajukan draf revisi UU Ketenagakerjaan ke DPR. Tapi, oleh DPR, draf tersebut dikembalikan lagi lantaran tak berpihak ke pekerja. Alhasil, revisi beleid itu terpental dari daftar program legislasi nasional 2012. Toh, pemerintah tetap menggodok draf revisi UU Ketenagakerjaan tersebut dan akan diajukan ke DPR lagi secepatnya. Salah satu poin revisi, tentu saja soal ketentuan PHK. Pemerintah akan mempertegas lagi ketentuan PHK dengan mengacu pada keputusan MK. Irianto R. Simbolon, Dirjen Perselisihan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bilang, yang dimaksud perusahaan tutup dalam pasal 164 ayat 3, memang harus dimaknai sebagai perusahaan yang tutup permanen karena bangkrut atau sudah tidak bisa beroperasi lagi.