Amunisi baru TINS dari beleid kemurnian timah



JAKARTA. Permendag Nomor 78 Tahun 2012 tentang standardisasi ekspor timah dengan kemurnian 99,90%, menempatkan posisi PT Timah Tbk (TINS) di atas angin. Aturan yang mulai berlaku Juli 2013 itu memposisikan TINS sebagai satu-satunya produsen timah asal Indonesia yang memenuhi standar.

Selama  ini, banyak perusahaan penambangan timah dengan skala usaha yang masih kecil. Mereka belum mampu memurnikan timah seperti amanat peraturan tersebut.

Analis Ciptadana Securities, Wilim Hadiwijaya berpendapat, regulasi tersebut menunjukkan keseriusan negara menanggulangi ekspor timah ilegal dan produk dengan kemurnian rendah. Harapannya, harga timah di pasar global meningkat dan penambang legal mendulang untung.


"Ini positif bagi TINS, sebab fasilitas produksi sesuai keinginan pemerintah cuma dimiliki TINS," ujar Wilim, kemarin (26/2). Meski demikian, perlambatan ekonomi global sendiri masih menjadi momok bagi TINS.

Analis Bahana Securities, Leonardo Henry Gavaza juga menilai, kebijakan ini angin segar bagi TINS. Apalagi ada Permen ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. 

Yang terjadi selama ini, TINS menyepakati surat perjanjian pengoperasian tambang dengan membayar timah yang berhasil ditambang para mitra usaha. Besarannya adalah 70% dari harga pasar internasional.

Namun kini, lanjut Henry, setelah Permen ESDM berlaku, TINS menggunakan sistem sewa alat terhadap mitranya. "Sekarang, TINS hanya membayar rental peralatan. Ini mengurangi ongkos  produksi," terang Henry.

Harga berpotensi naik

Namun, harga timah sendiri kini masih kembang kempis. Sepekan terakhir, harga kontrak timah di LME turun. Senin (25/2), harga timah susut ke US$ 23.123 per metrik ton (MT), dari sepekan sebelumnya di US$ 24.813 per MT.

Wilim sendiri memprediksi, produksi TINS tahun ini akan turun 2,6% menjadi 30.500 ton, dibandingkan tahun lalu sebanyak 31.300 ton. Sementara, volume penjualan diprediksi turun dari 36.000 ton menjadi 33.000 ton.

Meski harga dan permintaan masih belum memuaskan, Wilim bilang, harga jual tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu. Prediksi dia, harga rata-rata timah tahun ini sebesar US$ 23.000 per MT dari sebelumnya US$ 21.000 per MT.

Dalam hitungan Wilim, laba bersih TINS tahun ini akan meningkat menjadi Rp 844 miliar dari Rp 537 miliar di 2012. "Ini akibat efisiensi," ujar Wilim.

Henry menebak, harga rata-rata jual timah tahun ini diprediksi US$ 20.314 per MT. Dia pun memprediksi, laba bersih TINS akan turun 2,1% menjadi Rp 457 miliar di tahun ini.

Dalam risetnya, analis AAA Sekuritas, Arief Kurniawan memperkirakan, laba bersih TINS tahun ini naik 59,1% dari Rp 531 miliar menjadi Rp 845 miliar. Dia pun merekomendasikan hold saham TINS dengan target harga Rp 1.400.

Sementara, Henry merekomendasikan jual saham TINS dengan target harga Rp 1.000. Sedangkan, Wilim merekomendasikan beli saham TINS dengan target Rp 1.825 yang  mencerminkan PER 2013 sebanyak 8,4 kali. Kemarin (26/2), harga saham TINS turun 3,45% ke Rp 1.400.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: