Jakarta. Sejak terbenuknya asosiasi modal ventura dan start up Indonesia (Amvesindo), perusahaan modal ventura kian gencar menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan start up. Amvesindo semakin banyak menjaring investor. Donald Wihardja, Partner Convergence Ventures mengatakan, melalui Amvesindo pihaknya akan merekatkan sinergi lebih baik lagi. Ia berharap dalam lima tahun mendatang, bermunculan 1.000 bisnis start up berbasis teknologi (tech start up), sehingga Indonesia dapat unjuk gigi dan kompetitif dalam persaingan start up regional. Tentunya hal tersebut membutuhkan dukungan pendanaan yang berkesinambungan. Sebagai salah satu perusahaan modal Ventua, Convergence Venture telah membiayai perusahaan start up Black Garlic, yakni jasa pengiriman makanan ke rumah-rumah. Pembiayaan juga diberikan kepada Seekmi yang menawarkan jasa asisten rumah tangga.
Di sektor pariwisata, Convergence mendanai berdirinya Nida Rooms yaitu jasa pencarian hotel. Saat ini, Nida Rooms telah memiliki jaringan dengan lebih dari 2.000 hotel di Indonesia. Selanjutnya pembiayaan juga mengalir kepada IndoTrading yang menawarkan jasa perdagangan sampai Paktor, jasa pencarian jodoh. "Sumber dana kami berasal dari investor individu baik lokal maupun luar negeri. Pembiayaan yang kami berikan kepada perusahaan start up berkisar antara US$ 100.000 hingga US$ 500.000 per start up," terang Donald yang menjabat Wakil Ketua II Amvesindo kepada KONTAN. Donald bilang, sejak Convergence berdiri pada awal 2015, sudah ada 16 perusahaan start up yang dibiayai. Total dana untuk mendukung operasional start up tersebut sudah mencapai US$ 4 juta. Pihaknya tentu tidak sembarang berinvestasi pada perusahaan rintisan. Persyaratan utama yang harus dimiliki perusahaan start up adalah tim yang kuat. Sejauhmana tim dapat mewujudkan gagasan. Apabila ide bisnis menarik namun tim tidak memiliki kompetensi tersebut maka pihaknya urung mengucurkan dana. Convergence masih akan terus membidani kelahiran start up-start up baru di Indonesia. Setiap bulan, akan ada satu start up yang dibiayai Covergence. Untuk perusahaan start up yang menunjukkan pertumbuhan bisnis tiga hingga lima kali lipat setiap tahunnya, Convergence tak ragu untuk menambahkan pendanaan hingga US$ 1,5 juta per start up. Nantinya, sokongan pendanaan ini akan dihitung sebagai
equity participation ataupun
convertible notes. Adapun lamanya pembiayaan terhadap start up memiliki kurun waktu hingga sepuluh tahun. Namun diharapkan pada usia ke-8, perusahaan start up sudah bisa dijual ke pihak lain (exit). Presiden Direktur PT Astra Mitra Ventura, Jefri Rudyanto Sirait menuturkan, berinvestasi pada 360 perusahaan start up sejak 24 tahun lalu. Sebesar 60% pembiayaan Astra mengalir pada sektor manufaktur.
Hal ini sesuai dengan bisnis inti anak perusahaan Astra Group ini. Sebesar 40% pembiayaan di alamatkan pada ektor non manufaktur meliputi sektor agro, sawit, develop ke koperasi-koperasi, downstream perbengkelan, infrastruktur, properti dan lain-lain. Besaran suntikan dana yang diberikan Astra Ventura per perusahaan start up antara Rp 300 juta hingga Rp 30 miliar. Rimawan Yasin, Direktur PT Ventura Giant Asia mengungkapkan, baru membiayai satu perusahaan start up yang berbasis di Singapura. Perusahaan rintisan yang bernama Gusti BnB tersebut bergerak di sektor kesehatan dan hotel backpaker. Dalam waktu dekat, Ventura Giant Asia akan kembali menabur investasi pada lima perusahaan start up dengan total dana segar sekitar Rp 25 miliar. Dengan adanya Amvesindo, Rimawan optimistis ekosistem modal ventura menjadi lebih luas, sehingga sinergi antar anggota ekosistem bisa lebih kuat. Di sisi lain, akses kepada investor juga akan lebih mudah. "Pada akhirnya venture fund bisa bergulir dengan baik, sehingga dapat mencetak entrepreneur baru lebih banyak. Dan diharapkan dapat menyumbang pada pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto