KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo buka suara ihwal kritik dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait utang pemerintah yang menumpuk dan cadangan devisa menipis lantaran harus menahan nilai tukar rupiah yang belakangan ini melemah. “Tentu kritik seperti yang disampaikan Mas @AgusYudhoyono ini harus dihormati. Kita berterima kasih. Ini tanda demokrasi berdenyut karena ruang perbedaan dirawat. Sayang kritik @PDemokrat ahistoris, terjebak pada angka, bukan kondisi faktual yang dinamis. Disitu esensinya. Kita bahas,” tutur Prastowo dalam cuitan akun @twitter peribadinya @prastow, Senin (23/1). Menurut Prastowo, kritikan tersebut hanya berpaku pada angka dan bukan kondisi faktual yang dinamis. Dia mencatat, dalam kurun 2015 hingga 2019, rasio utang pemerintah dijaga di level maksimal 30%.
Akan tetapi, disaat penerimaan negara melandai dan kebutuhan pembiayaan berbagai belanja publik meningkat untuk mengejar kemajuan, maka utang menjadi salah satu pilihan. Lonjakan tinggi pada utang tersebut dikarenakan pandemi Covid-19.
Baca Juga: Utang Pemerintah Naik Lagi Jadi Rp 7.733 Triliun pada Desember 2022 Karena pandemi tersebut, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat hingga level 40,73% dari PDB pada 2021. Namun, seiring pengendalian pembiayaan utang yang menurun dan baiknya kinerja APBN, serta pulihnya ekonomi, rasio utang menurun menjadi 37,91% dari PDB per Juli 2022. “Lonjakan dari (rasio utang terhadap PDB) 30% ke 39,38% dalam setahun di 2020, demi menangani dampak kesehatan, sosial dan ekonomi karena Covid-19. Bukankah ini keniscayaan dan justru menunjukkan tanggung jawab pemerintah, yang sekarang diapresiasi sebagai salah satu negara yang berhasil mengatasi pandemi dengan baik?,” kata Prastowo. Jika dibandingkan dengan negara lain, Prastowo menjelaskan, rasio utang Indonesia pada 2021 bahkan lebih rendah dari Korea Selatan yang sebesar 49,8%, Filipina 57,5%, dan Thailand 58%. Dia menyebutkan, selama pandemi pemerintah merealisasikan belanja publik yang sangat besar, yaitu Rp1.635,1 triliun, untuk menolong rakyat menghadapi pandemi. Pada 2022, kondisi fiskal dapat dijaga dengan baik. Realisasi defisit 2022 juga di level 2,38% atau Rp 464,33 triliun. Nilai tersebut jauh di bawah target Rp 840 triliun atau 4,5%. “Mas @AgusYudhoyono perlu mendapat asupan informasi yang komprehensif soal ini. Kerja keras #APBN yang pruden, efisien, dan antisipatif menekan defisit berkonsekuensi pada pembiayaan. Realisasi utang 2022 hanya Rp 688,54 triliun atau 73% dari target. Tentu tak mudah mengelola ini,” kata Prastowo. Lebih lanjut, Prastowo juga turut menjelaskan terkait posisi utang pemerintah yang cukup besar yakni sebesar Rp 7.733,99 triliun hingga Desember 2022. Ia menyebut, rasio utang sudah turun dari 40,74% di 2021 menjadi 39,57% di 2022. “Mosok dibilang ugal-ugalan sih? Optimistis ya Mas. Negara itu beda dengan rumah tangga yang menua dan menjadi tak produktif. Negara selalu muda, bahkan makin berumur bisa lebih produktif. Melunasi utang menjadi kurang relevan, apalagi komposisi utang kita baik dan sehat. Didominasi SBN, dlm IDR dan dipegang investor domestik,” kata dia.
Selain itu, Prastowo juga turut menjawab soal tudingan AHY terkait cadangan devisa yang kian menipis. Akan tetapi, dengan tegas dirinya menjawab bahwa cadangan devisa RI ada dalam posisi aman. “Mas, rupiah melemah karena dampak kebijakan ekonomi AS dan geopolitik global. Bukankah harus diantisipasi agar tidak merugikan rakyat? Maka dilakukan intervensi. Pelemahan kita termasuk moderat. Cadev sangat aman,” imbuhnya.
Baca Juga: Waspadai Risiko Gagal Bayar Utang Luar Negeri BUMN Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat