Anak usaha Tiga Pilar (AISA) tak bayar tagihan Rp 46,2 juta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesulitan keuangan benar-benar melanda PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). Selain tidak bisa membayar bunga obligasi yang jatuh tempo, AISA juga membiarkan anak usahanya terancam pailit hanya karena tagihan senilai Rp 46,25 juta.

Tagihan itu datang dari PT Hardo Soloplast. Perusahaan ini adalah penghasil karung beras bagi anak usaha AISA, salah satunya beras Maknyus.

Sebenarnya tagihan itu hanya tertuju kepada anak usaha TPS Food, PT Sukses Abadi Karya Inti. Namun, untuk restrukturisasi utang melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Semarang, tiga anak usaha AISA lain turut menjadi termohon.


Mereka adalah PT Dunia Pangan; PT Jatisari Srirejeki; dan PT Indo Beras Unggul."Ketiga termohon disertakan karena memberikan jaminan (corporate guarantee)," jelas kuasa hukum PT Hardo Soloplast Tri Gendri Ririasih dari kantor hukum Gendri Ririasih Gendri Ririasih & Partners ke KONTAN, Rabu (8/8).

Tagihan itu adalah biaya produksi kemasan beras yang diproduksi Hardo Soloplast. Tagihan tersebut seharusnya lunas pada 16 Juli 2018. Pada saat jatuh tempo, Hardo Soloplast telah mengirim somasi kepada Sukses Abadi, namun tak ada tanggapan. "Tagihan sebelumnya sebenarnya lancar, tapi untuk kali ini belum (lunas) dan kita sudah somasi beberapa kali," lanjut Gendri.

Dalam proses persidangan, Gendri mengklaim, Sukses Abadi telah mengakui tagihan yang diajukan, meski belum melakukan pembayaran. "Besok, Kamis (8/8) sudah akan ada putusan," jelas Gendri.

Ada kejanggalan

Terkait PKPU itu, KONTAN telah mencoba menghubungi Direktur Utama Tiga Pilar yaitu Joko Mogoginta. Hanya saja sampai berita ini diturunkan, KONTAN belum berhasil menghubungi Joko baik melalui telepon maupun pesan pendek, WhatsApp.

Kinerja bisnis perberasan AISA memang anjlok pasca kasus penggrebekan gudang beras Maknyus tahun 2017. Laporan Keuangan AISA untuk kinerja tahun 2017 menunjukkan, penjualan dan pendapatan usaha perusahaan ini sebesar Rp 4,92 triliun, turun drastis dari 2016 yang mencapai Rp 6,55 triliun.

Walhasil, perusahaan pun merugi hingga Rp 859,52 miliar. Kondisi itu berbanding terbaik dari tahun 2016 yang untung Rp 706,68 miliar, naik hampir dua kali lipat dibandingkan kinerja tahun 2015 Rp 379,03 miliar.

Namun penelusuran KONTAN menemukan, ada kejanggalan dalam tagihan Hardo. Data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencatat, perusahaan yang berdomisili di Karanganyar, Jawa Tengah itu adalah milik Hary Soekamto (komisaris) dan Hary Tjahjono (direktur) serta Suratmi. Hary Tjahjono sempat tercatat sebagai pemilik saham PT Jaya Mas.

Akhir 2017, Jaya Mas diakusisi PT JOM Prawarsa Indonesia, perusahaan yang terafiliasi dengan TPS Food. Selain JOM, Joko Mogoginto juga tercatat sebagai pemegang saham Jaya Mas. "Ini saya tidak tahu," kata Gendri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie