Analis: Aneka Tambang seperti anak kecil yang kehilangan giginya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) memang sempat tertekan. Pemicunya, larangan pemerintah untuk mengekspor bahan mentah (raw material) nikel sejak 2014.

Namun, sejatinya larangan itu dibuat supaya pemain dalam negeri guna menambah nilai tambah produksinya, sehingga profitabilitas perusahaan membaik.

"ANTM justru jadi kunci keuntungan dibalik larangan itu," ujar Head of Research Mirae Asset Sekuritas Taye Shim, Rabu (17/1). Namun, pasar melihat sentimen itu justru sebagai tekanan bagi ANTM.


Padahal, ANTM masih menarik. Taye memberikan analogi gigi anak kecil dan petinju yang tanggal. Saat gigi anak kecil tanggal, secara alami gigi itu bakal kembali tumbuh.

Berbeda dengan petinju yang giginya tanggal bukan karena faktor alami, tapi karena habis dipukuli lawan. Saat gigi itu tanggal, gigi itu tak bisa kembali tumbuh juga karena usia petinju yang sudah tua.

Jadi, lanjut Taye, ANTM seperti anak kecil yang kehilangan giginya dan menunggu untuk tumbuh kembali. "Namun, ada mispersepsi di pasar jika seolah-olah ANTM seperti petinju yang kehilangan giginya karena dipukuli," imbuhnya.

Yuni, analis NH Korindo Sekuritas Indonesia juga bullish dengan saham ANTM. Sepanjang 2017, ANTM memperoleh kuota ekspor bijih nikel kadar rendah secara bertahap dari pemerintah.

Selama sembilan bulan 2017, ANTM mengekspor 1,7 juta wet metric ton (WMT) nikel, melesat lebih dari 700% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, 213.000 wmt.

Pada saat yang bersamaan, rata-rata harga jual nikel juga mengalami lonjakan sebesar 36,8% menjadi Rp 143 juta per ton dibandingkan rata-rata harga jual Rp 104 juta per ton pada kuartal III-2016.

Hal ini yang membuat penjualan ANTM dari segmen nikal selama periode tersebut melesat 797% menjadi Rp 803 miliar.

Yuni memprediksi, sentimen positif ini akan berlanjut bagi ANTM sepanjang tahun ini. Dia merekomendasikan buy saham ANTM dengan target harga Rp 870 per saham. Target harga itu mencerminkan price earning ratio (PER) 13 kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto