KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar pekan ini nampaknya akan fokus pada hasil rapat The Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diselenggarakan Kamis (21/3). Spekulasi yang beredar sikap The Fed akan cenderung
dovish karena pekan lalu data ekonomi Amerika Serikat (AS) merah, misalnya data produksi manufaktur AS dilaporkan turun 0,4% di Februari. Dampaknya rupiah sebagai mata uang
emerging market menjadi pelarian investor. Mengutip Bloomberg pada Selasa (19/3) rupiah ditutup menguat tipis 0,05% di level Rp 14.232 per dollar AS. Sementara dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah menguat 0,09% menjadi Rp 14.228 per dollar AS. Analis Monex Investindo Futures Faisyal menilai pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh FOMC. Tak dipungkiri langkah The Fed terkadang diluar prediksi.
Tahun lalu misalnya saat pelaku pasar hanya memprediksi kenaikan suku bunga acuan The Fed hanya dua sampai tiga kali, kemudian akhir tahun The Fed malah menaikkan suku bunga. “Saya kira The Fed akan
dovish antara mempertahankan atau menurunkan suku bunga acuannya,” kata Faisyal kepada Kontan.co.id, Selasa (19/3). Sebab, kondisi ekonomi global sedang memburuk, ditambah data ekonomi AS yang melamban di tengah perang dagang AS-China yang mengambang.
Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja berpikiran arah The Fed lebih mempertahankan suku bunga. Artinya tahun ini kemungkinan tidak ada kenaikan suku bunga The Fed. Sekalipun menyinggung kenaikan suku bunga, arah kebijakannya untuk tahun depan. Sebab misalnya The Fed tiba-tiba menaikkan suku bunga otomatis akan membawa AS ke fase resesi. Ruang gerak The Fed terbatas ditambah adanya rilis data indeks perumahan NAHB AS periode Maret yang konsisten berada di level 62, tidak ada perubahan dibanding bulan sebelumnya. Pencapaian itu berada di bawah konsensus pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 63. Artinya gejala perlambatan ekonomi semakin nyata di Negeri Paman Sam. Pertumbuhan ekonomi global saat ini berada di atas 3,6%. Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5%. “Kalau dari perbedaan imbal hasil surat utang, Indonesia adalah salah satu
emerging market yang menarik,” kata Enrico. Sehingga ini akan menstimulus aliran dana asing masuk ke Indonesia lebih besar lagi. Enrico menambahkan apalagi sejak akhir tahun lalu dana asing masuk sudah cukup banyak yang mana memberikan kepercayaan pasar Internasional. Bila skenario The Fed mempertahankan suku bunga atau menurunkannya, BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (20/3) diramal akan mempertahankan suku bunganya saat ini di level 6%. Sedangkan jika The Fed bernada
dovish, tetapi tetap menyinggung kenaikan suku bunga maka rupiah kemungkinan tetap menguat tetapi secara terbatas dengan BI yang tetap teguh pada pendiriannya. Di sisi lain, Enrico menilai BI akan mempertahan BI
rate cukup lama paling tidak dalam sembilan bulan ke depan. Kemudian pada kuartal-IV pembayaran dividen, utang luar negeri akan berlangsung lagi. Sehingga neraca primer bergerak lebih bebas. Enrico memprediksi setidaknya dalam enam minggu ke depan rupiah dalam tren penguatan. Untuk besok rupiah di prediksi berada di level Rp 14.100-Rp 14.285 per dollar AS.
Sedangkan sampai akhir kuartal-I di area Rp14. 150-Rp 14.250 per dollar AS. Ia menambahkan rupiah sampai akhir tahun masih bisa menguat dengan
range pergerakan Rp. 14.250-Rp 14.500. Tetapi perlu diwaspadai
current account deficit yang terjadi bisa bersifat struktural. Faisyal meramal pada perdagangan Rabu (20/3) rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.180-Rp 14.270 per dollar AS. Sementara sampai dengan akhir kuartal-I akan bergerak di area Rp 13.900-Rp 14.400 per dollar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi