Analis: Bila perang dagang tak ada titik cerah, IHSG akan terus memerah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal Mei menjadi periode yang kurang menyenangkan bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bagaimana tidak, ketika bursa dibuka pada tanggal 2 Mei 2019 lalu harga indeks langsung terjun dalam sebesar 1,25% di level 6.374.

Meski sempat rebound tipis di tanggal 7 Mei 2019 sebesar 0,65%, nyatanya indeks dalam negeri itu masih melanjutkan penurunan. Penurunan terdalam terjadi pada tanggal 9 Mei 2019 lalu dimana untuk pertama kalinya sepanjang tahun ini, indeks menyentuh level 6.198 meski akhirnya rebound sebesar 0,17% pada keesokan harinya.

Secara keseluruhan penurunan IHSG sepanjang Mei sudah mencapai sekitar 4%. Hal ini tentu membuat kapitalisasi pasar menurun.


Analis Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan fenomena tersebut tak bisa terlepas dari beberapa sentimen, terutama sentimen global. Sentimen itu mengintai, tidak hanya indeks dalam negeri, namun juga indeks global secara keseluruhan. “Sentimen perang dagang, terutama antara Amerika Serikat dan China tak kunjung kendur. Terakhir eskalasinya tampak semakin meninggi,” ujar Mino, Jumat (10/5).

Sebelumnya di tengah optimisme akan berdamainya kedua negara itu, pekan lalu Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat geger seantero dunia melalui cuitannya. Ia menyebut akan melanjutkan persiapan tarif impor baru terhadap barang-barang dari China.

Trump disebut siap menaikkan tarif menjadi 25% terhadap US$ 325 miliar lebih barang-barang dari China dari tarif sebelumnya yang sebesar US$ 10%.

Menurut Mino, indeks domestik dan juga indeks global akan terus tertekan sebelum perang dagang menemukan titik terang. Meski begitu Mino mengatakan masih ada beberapa sentimen yang memungkinkan indeks menguat kembali.

“Diantaranya tentu hasil hitung riil pemilihan presiden yang ditunggu-tunggu pada 22 Mei 2019 nanti,” katanya. 

Ketika ditanya seberapa kuat sentimen itu bisa menjadi titik balik indeks, Mino sendiri ragu. “Kalaupun bisa, tidak akan terlalu kuat. Karena hasilnya juga tidak akan beda jauh dengan hitung cepat yang sudah dirilis,” katanya.

Senada dengan Mino, Analis Artha Sekuritas Frederik Rasali juga mengatakan demikian. Menurutnya, Kondisi pasar masih akan terus melambat bila sentimen global tak kunjung usai. “Tidak hanya berlaku bagi Indonesia tapi juga global,” ujarnya, Jumat (10/5).

Frederik lantas menjelaskan, tekanan-tekanan pasar itu membuat para investor cenderung melakukan aksi ambil untung. Investor lantas lebih memilih instrumen investasi lainnya seperti obligasi pemerintah.

Menurutnya di tengah kondisi pasar yang tak pasti, wajar bila instrumen investasi yang lebih stabil dipilih oleh para investor. Obligasi menjadi alternatif lantaran sifatnya yang lebih pasti dan aman, mengingat instrumen itu dijamin langsung oleh negara. “Bunga yang ditawarkan oleh obligasi pemerintah juga lebih menarik ketimbang deposito misalnya,” kata Frederik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi