JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) berhasil mencetak kinerja yang semakin kinclong. Laba bersih BMRI di semester I-2010 mencapai Rp 4,03 triliun, tumbuh 37,8% ketimbang tahun lalu yang tercatat Rp 2,9 triliun. Tak hanya berhasil menggenjot laba bersih, BMRI masih menjadi bank beraset paling tambun di Indonesia. Aset bank pelat merah ini untuk pertama kalinya menembus Rp 402,1 triliun. Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini mengungkapkan, kenaikan aset memang menjadi target BMRI. Maklum, di 2014 nanti, BMRI bertekad menembus lima besar bank di kawasan Asia Tenggara alias ASEAN. "Kredit terus meningkat dan memperkuat kami sebagai bank yang aktif menjalankan fungsi intermediasi," ujar Zulkifli.
Hingga Juni 2010, Mandiri telah menyalurkan kredit sebesar Rp 218 triliun, naik 20% dibandingkan periode sama tahun lalu, sebesar Rp 181,6 triliun. BMRI pun mengantongi sejumlah strategi untuk memoles kinerja. Salah satunya, penambahan modal lewat penerbitan saham baru alias rights issue. Bank BUMN ini mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan aksi rights issue sebesar 10%-15% saham. Zulkifli memperkirakan, rights issue bisa terlaksana pada Desember 2010. "Kalau ada kendala, mungkin baru Februari 2011," ujarnya. BMRI masih membutuhkan tambahan modal untuk mengejar pertumbuhan. "Dengan pertumbuhan kredit 20% diakhir tahun, capital adequacy ratio (CAR) akan turun ke level 13,5%-13,9%," imbuh Zulkifli. Per akhir Juni 2010, CAR atau rasio kecukupan modal BMRI sebesar 14,58%. A. G. Pahlevi, Analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas, mengatakan, sebetulnya CAR BMRI saat ini masih cukup mendukung BMRI untuk melakukan ekspansi kredit. "CAR BMRI saat ini bisa membuat bank pelat merah ini leluasa dalam menyalurkan kredit. Apalagi, NIM (
net interest margin atau margin bunga bersih) BMRI, yang masih di atas 5%, bisa menjadi katalis pendorong kinerja BMI hingga akhir tahun," jelas Pahlevi. Faktor lain, sektor korporasi yang menjadi andalan penyaluran kredit BMRI menunjukkan kinerja yang menjanjikan. Terutama, sektor yang prospek bisnisnya menggiurkan, seperti pertambangan, perkebunan, dan telekomunikasi. "Mereka akan menjadi debitur yang potensial bagi Mandiri," kata Pahlevi. Tak hanya itu. Rencana BMRI membangun 500 gerai kredit mikro untuk melancarkan penyaluran kredit pada 2014 bisa berimbas positif. "Ini akan menggenjot pertumbuhan kredit mikro secara langsung," katanya. Sedangkan Analis Kim Eng Securities Rahmi Marina memperkirakan, kredit konsumsi bisa menjadi andalan BMRI dalam jangka panjang. Kredit konsumsi yang berbunga tinggi bisa membuat BMRI meraih NIM di atas 5%. Efek IPO Garuda Aditya Srinath, Analis JP Morgan, menilai, BMRI cukup mampu menjaga risiko ekspansi kredit mereka. "NPL (non performing loan atau kredit macet) BMRI diperkirakan akan stabil di kisaran 2,7%," ujar Aditya. Rencana PT Garuda Indonesia melepas sahamnya ke publik juga akan berpengaruh positif pada kinerja BMRI. Saat ini BMRI menjadi salah satu pemegang saham Garuda lantaran perusahaan penerbangan ini kesulitan membayar utangnya ke BMRI. "Sebagian hasil IPO Garuda kemungkinan digunakan untuk membayar utang Garuda ke BMRI," ujar Aditya.
Aditya memperkirakan, pendapatan bunga bersih BMRI pada akhir 2010 akan mencapai Rp 17,42 triliun. "Laba bersih di akhir tahun diperkirakan tumbuh 35% dari tahun lalu," ujarnya. Melihat kinerja BMRI di semester I, Pahlevi memprediksi, pendapatan bunga bersih BMRI tahun ini akan mencapai Rp 19,84 triliun, dengan laba bersih Rp 9,01 triliun. Rahmi menghitung, pendapatan bunga bersih BMRI 2010 akan sebesar Rp 17,78 triliun, dan laba bersihnya Rp 8,85 triliun. Tahun lalu, BMRI meraup pendapatan Rp17,36 triliun dan laba bersih Rp 7,16 triliun. Para analis sepakat merekomendasikan beli saham BMRI. Rahmi mematok target Rp 7.400 per saham. Sementara, Pahlevi menargetkan harga Rp 7.100 per saham. "Saya menargetkan harga BMRI Rp 6.700," imbuh Aditya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie