Analis: Defisit transaksi berjalan menjadi penyebab market rentan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar dalam negeri masih sangat rentan terpapar dampak global. Buktinya, efek krisis yang terjadi di Turki langsung berpengaruh pada pasar dalam negeri yang tercermin dari melorotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Tercatat berdasarkan data RTI, pada penutupan perdagangan hari ini IHSG turun 3,55% atau sebanyak 215 poin menjadi 5.861. Pun rupiah juga terpantau melemah ke level Rp 14.617 per dollar Amerika Serikat (AS).

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan, penurunan yang cukup tajam ini memang terjadi secara struktural. Terutama karena defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).


Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan kuartal II-2018 sebesar US$ 8 miliar atau 3,0% dari produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar US$ 5,7 miliar atau 2,2% dari PDB maupun kuartal II 2017 yang 1,9% dari PDB.

“Kalau CAD itu harus ditutup dengan portofolio yang masuk dari luar negeri. Dana tersebut masuk di pasar SUN dan pasar saham. Nah di kondisi Turki yang krisis maka asing akan lebih waspada dengan memindahkan dana mereka dari emerging market ke negara maju,” ujar Hans saat ditemui di Bursa Efek Indonesia, Senin (13/8).

Artinya bila terjadi goyangan di pasar global investor cenderung mengubah portofolio mereka dari aset berisiko ke aset yang kurang berisiko. Menurutnya, ini yang menyebabkan rupiah dan IHSG melemah.

Investor cenderung menghindari resiko di situasi seperti ini, namun apabila situasinya sudah kembali normal maka mereka akan menempatkan dana mereka yang memiliki return baik.

Hans menambahkan, memang agak sulit bagi dalam negeri untuk meredam paparan global seperti yang terjadi di Turki. Itu dikarenakan banyaknya hot money yang masuk di pasar dalam negeri.

“Mungkin jangka menengah yang harus dipikirkan adalah untuk meningkatkan instrumen derivatif untuk membangun kedalaman pasar. Kalau ada instrumen derivatif, orang yang mau menjual saham belum tentu jual tetapi bisa hedging di pasar,” ujar Hans.

Dengan harapan instrumen derivatif itu, pasar punya kedalaman lebih kuat sehingga tidak ada panik sell.

Lebih lanjut, jika memang masih terjadi koreksi hingga September maka kemungkinan IHSG akan menyentuh level 5.700. “Namun kami belum merevisi target IHSG di level 6.200,” ujar Hans.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Agung Jatmiko