Analis: Ekonomi China lesu, rupiah sulit bangkit



JAKARTA. Mata uang rupiah belum mampu menangkis kekuatan dollar AS. Lemahnya fundamental dalam negeri membuat pergerakan rupiah semakin melemah di hadapan mata uang USD.

Kamis (20/8) pukul 18.00 WIB, nilai tukar rupiah terhadap USD di pasar spot melemah 0,31% ke level Rp 13.885. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah juga melemah 0,1% ke level Rp 13.838 per USD.

Rully Arya Wisnubroto, Analis Pasar Uang Bank Mandiri mengatakan, USD memang masih dalam tren menguat. Pernyataan pejabat The Fed dalam notulensi Federal Open Market Committee (FOMC) meeting nyatanya tak mengurangi otot USD.


Padahal, dari notulensi tersebut terlihat keraguan The Fed untuk menaikkan tingkat suku bunga. Hal ini didasari oleh dua alasan, yakni angka inflasi yang jauh dari target serta adanya gejolak di negeri China. "Kebijakan China untuk mendevaluasi Yuan menyebabkan kekhawatiran perang mata uang,' ujar Rully.

Namun demikian, Rully menilai keraguan The Fed untuk menunda kenaikan suku bunga hanya spekulasi. Di sisi lain, penguatan rupiah masih sulit terjadi lantaran ada kekhawatiran perlambatan ekonomi di China akan berdampak besar terhadap Indonesia. Maklum, China merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia.

Selain itu, kinerja perusahaan di dalam negeri masih belum membaik, mengindikasikan perlambatan ekonomi sedang terjadi. Pasar saham mencatat capital outflow hingga Rp 2,5 triliun pada Kamis (10/8). "Belum ada tanda-tanda jika ekonomi Indonesia di semester kedua akan lebih baik," imbuh Rully.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto