Analis: IHSG kembali ke level 5.000 di akhir tahun



JAKARTA. Kinerja rata-rata emiten yang tumbuh 16% di sepanjang semester I 2013, menunjukkan daya beli dan ekonomi Indonesia masih tumbuh di tengah ketidakpastian perekonomian dunia.

Kondisi itu, membuat kalangan analis optimistis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih dapat kembali ke level 5.000 di akhir tahun ini. Direktur PT Recapital Asset Management Pardomuan Sihombing mengatakan, kinerja emiten yang rata-rata tumbuh signifikan di enam bulan pertama 2013, menunjukkan kondisi ekonomi domestik yang masih prospektif. Rilis inflasi Juli 2013 yang telah mencapai puncaknya di level 3,29% juga merupakan hal yang ditunggu oleh pelaku pasar. "Sebenarnya pelaku pasar sudah mendiskon hal tersebut. Artinya, dengan posisi inflasi seperti itu, maka ke depannya sentimen negatif dari gejolak inflasi boleh dibilang sudah mereda,” kata Pardomuan di Gedung BEI, Jakarta, belum lama ini.

“Hal ini dapat dilihat dari akumulasi investor asing, baik di pasar saham ataupun obligasi yang telah melakukan beli bersih Rp 7 triliun meski masih melalui transaksi crossing di pasar negosiasi. Namun, paling tidak, hal tersebut sudah menunjukkan pasar modal Indonesia sudah mulai diminati investor asing," lanjut Pardomuan.


Pardomuan menyebutkan, menjelang akhir tahun ada kemungkinan investor asing akan kembali masuk ke pasar modal Indonesia untuk memburu saham-saham yang sudah jauh di bawah nilai wajarnya.

Investor asing kemungkinan juga telah mengantisipasi kinerja emiten yang akan kembali positif di 2014 seiring dengan pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke anggaran perbaikan infrastruktur oleh pemerintah Indonesia. Karena itu, Pardomuan menyarankan, investor domestik untuk mulai melupakan dampak negatif dari Pemilihan Umum karena pesta politik lima tahunan itu justru akan mempercepat likuiditas dana dan meningkatkan daya beli masyarakat.

"Apalagi, masyarakat juga telah semakin cerdas dalam menyingkapi masalah politik di Indonesia dan tidak begitu berdampak terhadap ekonomi, khususnya pasar modal domestik," imbuh Pardomuan. Di sisi lain, sentimen negarif eksternal berupa pengurangan dana stimulus ekonomi atau Quantitative Easing belum terbukti. Hal ini mengingat Bank Sentral Amerika Serikat atawa The Federal Reserve telah menyatakan akan melanjutkan stimulus ekonomi karena data ekonomi AS belum sebaik yang diharapkan.

Fund Manager Sinarmas Asset Management Jeffrosenberg Tan menambahkan, kinerja emiten di semester pertama memang positif. Namun, kenaikan laba emiten masih dibawah ekspektasi pelaku pasar. Disisi lain, terus meningkatnya konsumsi domestik, membuat fundamental ekonomi Indonesia masih dalam tren positif sehingga dapat mematahkan sentimen negatif dan gejolaknya terhadap IHSG. Meski demikian, lanjut Jeff, masih ada dua hal yang perlu diwaspadai investor. Pertama, neraca pembayaran yang dapat berubah menjadi negatif seiring dengan masih defisitnya neraca perdagangan. Kedua, arus dana investor asing yang masih tercatat jual bersih atau net sell. "Sementara itu, dengan posisi nilai rukar rupiah yang telah melemah 3%-4% diharapkan dapat mendorong peningkatan laju ekspor dan investasi jangka pendek dan jangka panjang investor asing," kata Jeff. Atas dasar itu, Sinarmas Asset Management masih tetap optimistis dengan target IHSG di akhir tahun yang berada di level 5.000 poin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan