KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 4,95 sejak awal tahun ini atau
year to date (YTD) ternyata tidak lebih baik dari sejumlah indeks yang ada di kawasan Asia Pasifik. IHSG tercatat berada di urutan 11 dari 13 indeks yang ada di kawasan tersebut. IHSG hanya lebih baik dari indeks BSE 30/SENSEX (India) yang melemah 0,56% dan FTSE BM (Malaysia) yang hanya mengalami kenaikan 1,82%. Kondisi tersebut tentunya berhasil membuat kinerja IHSG berada di urutan kedua terbawah di Asia Tenggara. Kinerja indeks PSEi (Filipina), STI (Singapura), dan SETi (Thailand) berada jauh diatas IHSG. Ketiga indeks tersebut berhasil naik lebih dari 6% sejak awal tahun ini. Lalu yang lebih mencengangkan adalah VN-Index (Vietnam) yang berhasil naik dua digit sebesar 10,80%. Kenaikan tersebut membuat VN-Index berhasil menduduki peringkat pertama di Asia Tenggara dan ketiga di Asia Pasifik.
Kinerja IHSG yang di berada nomor buncit ini tentu sangat kontradiktif dengan pencapaian tahun lalu. IHSG pada tahun lalu berhasil menempati posisi teratas di Asia Tenggara dan kedua di Asia Pasifik. IHSG yang mengalami pelemahan sebesar 2,54% hanya takluk dari SENSEX yang berhasil menutup tahun di zona hijau dengan penguatan sebesar 6,17%. Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan kondisi yang terjadi pada IHSG saat ini merupakan imbas dari pemberian rekomendasi negatif oleh Credit Suisse. “Wajar kalau kinerja IHSG sepanjang tahun ini turun, pergerakan IHSG disetir oleh
downgrade dari Credit Suisse yang membuat kenaikanya terhambat, tapi efeknya sudah mulai reda,” kata dia ketika dihubungi oleh Kontan.co.id, Minggu (24/2). Sebagai informasi, Credit Suisse baru-baru ini telah memangkas rekomendasinya menjadi 10% underweight dari sebelumnya 20% overweight. Bank sekaligus manajer investasi terkemuka yang berbasis di Swiss itu menilai bahwa sudah saatnya investor global untuk mengurangi asetnya di bursa saham Tanah Air sebelum memasuki fase underperformance. Kemudian William hingga kini masih mempertanyakan apa tujuan dari Credit Suisse memberikan rekomendasi negatif kepada IHSG. Pasalnya, setelah pemberian rekomendasi negatif itu dilakukan masih banyak dilakukan pembelian saham-saham yang ada di IHSG melalui Credit Suisse. “Malah sejak
downgrade saya temukan broker mereka masih aktif beli saham, jika memang mereka anggap investasi di Indonesia sudah tidak berprospek maka seharusnya yang terjadi net sell besar-besaran,” ungkapnya demikian. Lalu mengenai kondisi saat ini, William bilang bahwa investor cenderung wait and see atau belum mengambil keputusan bagaimana kelanjutan investasi mereka di Indonesia. Investor masih menunggu rilis laporan keuangan tahun 2018 dari sejumlah emiten untuk mengatur kembali bagaimana strategi investasi mereka di Indonesia. Selain itu mereka juga menanti hasil dari Pemilihan Umum (Pemilu) yang digelar pada April mendatang. “Ada kemungkinan IHSG mengalami kenaikan lebih kencang,” papar William. Sedangkan untuk sentimen berupa meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menurut William tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap pergerakan IHSG. Lantaran sejak awal Indonesia tidak terlibat secara langsung pada perseteruan antara dua raksasa ekonomi dunia itu. Tapi yang jelas, berakhirnya perang dagang yang sudah berlangsung cukup lama itu bisa menjadi angin segar bagi perekonomian global khususnya terkait dengan nilai tukar terhadap dollar AS.
Sementara, Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe mengatakan kondisi IHSG saat ini merupakan kondisi yang lazim terjadi jelang Pemilu. Investor cenderung wait and see atau melihat bagaimana keadaan setelah Pemilu sebelum nantinya mengambil keputusan. “IHSG cenderung bergerak datar atau
sideways dulu, nanti setelah Pemilu di bulan April bisa naik lagi menuju level 7000,” kata dia. Kiswoyo yakin bahwa IHSG bisa mencapai level psikologis 7000 sebelum mengakhiri perdagangannya di tahun ini. Tapi ia belum bisa memberikan gambaran lebih lanjut kapan IHSG bisa mencapai level tersebut. Kemudian terkait dengan keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI 7 Day Repo Rate (7DRR) di angka 6%, Kiswoyo bilang hal itu sangat membantu IHSG untuk kembali melaju dengan tren kenaikan hingga akhir tahun ini. Saham-saham dari sektor properti dan perbankan yang punya kapitalisasi pasar cukup besar yang terkena sentimen positif dari keputusan BI tersebut akhirnya akan ikut mengerek IHSG. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .