KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia tengah menggodok peraturan yang mewajibkan penggunaan solar bercampur minyak kelapa sawit 20% (B20). Kebijakan ini akan berlaku pada 1 September 2018. Hal ini ditempuh untuk memangkas impor minyak diesel, dalam rangka mengurangi defisit transaksi berjalan (
current account deficit). Apabila kebijakan ini sudah terealisasi, maka konsumsi CPO domestik Indonesia akan meningkat pesat dan mampu menjadi sentimen positif bagi emiten-emiten sektor perkebunan.
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, kebijakan B20 yang akan diterapkan pemerintah akan diapresiasi oleh para pelaku pasar. "Hal ini juga tentunya akan menjadi katalis positif bagi emiten-emiten perkebunan untuk tingkatkan kapasitas penjualan dan laba bersih. Selain itu, kondisi cuaca yang cukup kondusif saat ini bisa meningkatkan jumlah panen kelapa sawit," jelasnya, Rabu (8/8). Nafan juga menambahkan bahwa kebijakan ini juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil atau bahan bakar yang diambil dari perut bumi dan dapat membantu untuk menjaga stabilitas rupiah terhadap dollar AS. "Selain itu, kebijakan B20 ini akan membantu Indonesia untuk mengurangi aktivitas impor minyak dari luar negeri dan dapat menjadi antisipasi terhadap harga minyak dunia yang akan terus naik di masa mendatang," terangnya. Namun Nafan menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia ini sebenarnya bisa menjadi pemicu bagi peningkatan produksi
crude palm oil (CPO) sehingga berdampak positif bagi emiten-emiten perkebunan. Ia mengatakan bahwa emiten seperti PT Astra agro Lestari Tbk (AALI) misalnya, memiliki ladang kelapa sawit yang cukup produktif sehingga kebijakan B20 ini akan membantu meningkatkan kapasitas produksi dan penjualan emiten tersebut. "Kinerja AALI sejak tahun 2016 hingga saat ini masih cukup bagus. Meski laba bersihnya fluktuatif, namun harga sahamnya tetap stabil," ungkapnya. Untuk PT Gozco Plantations Tbk (GZCO) dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), Nafan bilang kinerja dua emiten itu akan ikut terdongkrak. "Mengingat usia panen puncak kelapa sawit sudah dekat, maka jumlah produksi dan penjualan kelapa sawit milik GZCO dan BWPT bisa meningkat," lanjutnya. Sedangkan dari sisi saham, ia merekomendasikan untuk membeli saham AALI, BWPT, GZCO, SIMP dan TBLA. "Maintain buy AALI dengan target harga untuk jangka pendek hingga jangka menengah di level Rp 13.150 per saham," tandasnya. Untuk BWPT boleh beli dengan target harga pada jangka pendek hingga jangka menengah di level Rp 302 per saham. Untuk GZCO boleh beli dengan target harga di jangka pendek hingga jangka menengah di level Rp 83 per saham. Sedangkan untuk PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA), Nafan rekomendasikan untuk beli di jangka pendek dengan target harga di level Rp 1.050 per saham. "Meski kinerja masih fluktuatif pada semester I tahun ini namun dari sisi valuasi, PER TBLA masih cukup murah yaitu 7,58 kali sehingga masih layak dibeli," lanjutnya. Lalu untuk PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), ia rekomendasikan untuk beli di level Rp 580 pada jangka menengah dan Rp 700 untuk jangka panjang. "Alasannya karena pergerakan sahamnya terus naik sehingga cukup menarik untuk dikoleksi," tambahnya.
Sementara itu, ia rekomendasikan untuk untuk hold saham PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) di level Rp 1.280 per saham. "Saya anjurkan untuk hold LSIP karena harganya sudah mencapai level tertinggi sesuai prediksi saya dan valusasinya pun sudah mulai naik 9,20 kali," tambahnya. Lalu untuk saham PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) dan PT Provident Agro Tbk (PALM), Nafan sarankan untuk wait and see karena secara teknikal belum menunjukkan buying signal. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Agung Jatmiko