Analis: Kebijakan non tariff barriers bisa sebabkan harga baja dimonopoli



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok berbagai upaya untuk menahan potensi limpahan impor ke dalam negeri akibat perang dagang. Salah satu caranya lewat strategi hambatan non tarif atau non tariff barriers. Cara ini sekaligus menekan impor dan menyehatkan neraca dagang yang defisit US$ 1 miliar pada semester I-2018.

Hal ini tentu berimbas pada impor bahan-bahan industri seperti baja maupun logam dan tentu mempengaruhi kinerja emiten-emiten logam seperti PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) dan PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA).

Analis MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan kebijakan non tariff barriers yang dilakukan oleh pemerintah cukup baik, namun perlu memperhatikan kualitasnya baja yang diproduksi dalam negeri dengan digunakan saat ini.


Edwin juga mengungkapkan bahwa jika kebijakan ini diterapkan maka harga baja dalam negeri bisa dimonopoli atau dimainkan dan bisa lebih mahal.

"Karena selama ini banyak perusahaan mengimpor baja dari luar karena harganya lebih murah. Maka jika kebijakan ini diterapkan tentu akan berimbas pada peningkatan biaya produksi untuk pembangunan infrastruktur maupun produksi baja itu sendiri," terangnya, Selasa (31/7).

Selain itu, dia juga bilang jika kebijakan tersebut diterapkan, maka ada kemungkinan bisa dibalas oleh negara yang sering mengimpor ke Indonesia termasuk China maupun AS.

Mengenai prospek saham emiten baja dan logam, Edwin belum merekomendasikan dengan alasan karena secara sektoral peta persaingannya masih ketat dan kinerja keuanganya masih merugi.

Sekadar info, Kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk pada Semester I-2018 mencatatkan kemajuan yang signifikan. KRAS mencatatkan kenaikan pendapatan menjadi US$ 854,27 juta dari 633,97 US$ pada periode yang sama di tahun lalu. 

KRAS juga mengalami peningkatan beban pokok penjualan menjadi US$753,87 juta dari US$540,86 juta pada periode yang sama di tahun lalu. Sehingga pada enam bulan pertama tahun ini masih membukukan kerugian sebesar US$ 16,012 juta dari US$ 56,70 juta pada periode yang sama di tahun lalu. 

Sementara itu, GNDF masih membukukan penurunan pendapatan pada Juni 2018 ini sebesar Rp 604,23 miliar dari Rp 605,05 miliar. Beban pendapatan juga meningkat jadi Rp 585,19 miliar dari Rp 536,58 miliar. Sehingga GNDF masih membukukan kerugian sebesar Rp 24,44 miliar dari Rp 9,05 miliar pada periode yang sama di tahun lalu.

Lalu, BAJA juga masih masih membukukan penurunan pendapatan pada Juni 2018 ini sebesar Rp 551,36 miliar dari Rp 567,61 miliar. Beban pendapatan juga meningkat jadi Rp 540,63 miliar dari Rp 559,58 miliar. Sehingga BAJA masih membukukan kerugian sebesar Rp 32,87 miliar dari Rp 3,93 miliar pada periode yang sama di tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .