KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia mencetak laba per saham alias earning per share (EPS) di atas 100. Namun, beberapa di antaranya menorehkan total return minim. Misalnya, PT Merck Sharp Dohme Pharma (SCPI) mencetak EPS tertinggi yaitu Rp 19.000. Namun, total return sepanjang tahun turun 7,20%. Analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, menarik atau tidaknya saham perlu dicermati melalui rasio bukan nominal. Seperti price earning ratio (PER), price to book value ratio (PBV), maupun dividen rasio. Menurut David, pada dasarnya EPS bukanlah angka mutlak. Pada prosesnya EPS kadang terdistorsi dengan faktor-faktor lain seperti pendapatan lain-lain, termasuk pendapatan anak perusahaan maupun pajak perusahaan. “Kita tidak hanya melihat bottom line tapi juga melihat top line. Jadi, perusahaan yang baik itu pendapatan naik, EPS juga naik,” paparnya.
Analis: Kenaikan EPS dan pendapatan harus sejalan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia mencetak laba per saham alias earning per share (EPS) di atas 100. Namun, beberapa di antaranya menorehkan total return minim. Misalnya, PT Merck Sharp Dohme Pharma (SCPI) mencetak EPS tertinggi yaitu Rp 19.000. Namun, total return sepanjang tahun turun 7,20%. Analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, menarik atau tidaknya saham perlu dicermati melalui rasio bukan nominal. Seperti price earning ratio (PER), price to book value ratio (PBV), maupun dividen rasio. Menurut David, pada dasarnya EPS bukanlah angka mutlak. Pada prosesnya EPS kadang terdistorsi dengan faktor-faktor lain seperti pendapatan lain-lain, termasuk pendapatan anak perusahaan maupun pajak perusahaan. “Kita tidak hanya melihat bottom line tapi juga melihat top line. Jadi, perusahaan yang baik itu pendapatan naik, EPS juga naik,” paparnya.