JAKARTA. Pemerintah berencana mengkaji pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) rumah. Tujuannya, untuk menggenjot penerimaan pajak. Penetapan rumah mewah tak lagi hanya berdasarkan luas bangunan namun juga berpatokan pada harga. Bahkan sebelumnya, Pemerintah sempat menggulirkan wacana akan menetapkan rumah mewah mulai harga Rp 2 miliar. Aturan rumah mewah yang berlaku saat ini dikenakan PPnBM 20% hanya berdasarkan luas. Rumah yang tergolong mewah jika luas bangunan di atas 350 meter per segi (m2) dan apartemen dengan luas 150 m2 ke atas.
Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities mengatakan kenaikan pajak rumah mewah akan berdampak pada penurunan pertumbuhan sektor properti. Menurutnya, yang paling terkena dampak adalah pengembang-pengembang besar yang selama ini banyak menggarap properti menengah ke atas seperti PT Agung Podomoro Land Tbk (
APLN), PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA), PT Ciputra Development Tbk (
CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE), PT Pakuwon Jati Tbk (
PWON) dan PT Alam Sutera Realty Tbk (
ASRI). Namun, menurut Edwin, seberapa besar dampaknya tergantung pada luasan dan harga rumah yang akan ditetapkan sebagai rumah mewah. "Tergantung isi aturannya yang akan dikeluarkan tersebut," ujar Edwin pada KONTAN, Senin (2/3). Dia menjelaskan, jika rumah yang ditetapkan sebagai rumah mewah seperti wacana sebelumnya mulai dari harga Rp 2 miliar maka akan sangat merugikan pengembang. Sebab rumah dengan harga demikian sudah sangat banyak terutama di Kota besar seperti Jakarta. "Di Jakarta rumah Rp 2 miliar sangat banyak dan sudah tidak tepat dikatakan mewah," kata dia.
Edwin bilang, jika PPnBM rumah ditetapkan berdasarkan harga rumah mulai Rp 2 miliar maka akan menurunkan pertumbuhan sektor properti 20%-23%. Dan ujung-ujungnya, target pemerintah menggenjot pajak justru tak tercapai. "Menurut saya rumah mewah di Jakarta tepat jika harga di atas Rp 5 miliar," kata Edwin. Edwin tidak mempersoalkan kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak rumah mewah. Namun menurutnya, aturan tersebut harus jelas dan kontekstual. Artinya, pengembang PPnBM rumah berdasarkan harga tidak boleh disamaratakan di seluruh Indonesia. "Aturan kota besar harus dibedakan dengan kota kecil," ujarnya. Edwin mengatakan, saat ini prospek sektor properti masih cukup bagus karena kebutuhan akan rumah masih sangat tinggi, sementara suku bunga sudah mulai turun. Terlepas dari rencana kenaikan pajak rumah mewah tersebut, dia memprediksi sektor properti masih bisa tumbuh diatas 20% tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie