KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham bank digital di tanah air nampaknya masih tertekan di semester II-2023. Analis menilai banyak faktor yang menjadi penyebab saham-saham tersebut belum mau beranjak dari tekanan yang menghantamnya. Reseacrh Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, jika dilihat dari sisi fundamental, emiten bank digital tersebut masih kurang kondusif. Kebanyakan bank digital masih mengalami laba yang anjlok. "Jika pun ada bank digital yang mencatat pertumbuhan laba namun itu tipis," kata Arjun kepada Kontan, Kamis (6/7).
Di sisi lain, Arjun menilai harga saham juga ikut mempengaruhi. Maklum saja, harga saham dari bank digital tersebut masih dinilai kemahalan. "Dari sisi valuasi juga, Price to Earnings Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) dari banyak bank digital masih
overvalued," kata Arjun.
Baca Juga: Allo Bank Gandeng Tencent Cloud untuk Tingkatkan Layanan Perbankan Digital Arjun memberi contoh seperti PT Bank Jago Tbk (
ARTO) yang mempunyai PER dan PBV yang lumayan
overvalued dibandingkan rata-rata emiten perbankan, termasuk dibandingkan saham-saham emiten perbankan top 4 seperti PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI). "Menurut saya ini tidak wajar," terang Arjun. Lebih lanjut saat ini Arjun menilai, jika dibandingkan mengoleksi saham bank digital, investor lebih baik mengoleksi saham-saham bank besar top 4 yang fundamentalnya masih solid dan prospek yang masih bagus serta valuasi yang masih menarik. Di sisi lain, Bank-bank digital gencar melakukan upaya untuk menjaga likuiditasnya dengan menawarkan suku bunga yang lebih tinggi, bahkan berada di atas rata-rata suku bungan bank konvensional. Diketahui rata-rata suku bunga deposito bank umum di Indonesia untuk tenor satu tahun adalah 4,96%. Sementara beberapa bank digital justru menawarkan suku bunga deposito di atas rata-rata tersebut. Misalnya seperti Allo Bank yang menawarkan suku bunga deposito sebesar 6%, Neobank menawarkan suku bunga deposito sebesar 8%.
Melihat hal ini, Pengamat Ekonomi dan Pasar Modal, Budi Frensidy menilai terdapat kelebihan dan kekurangan dari tingginya suku bunga yang ditawarkan. Budi menyampaikan suku bunga deposito dan tabungan yang tinggi akan menarik banyak deposan sementara untuk bunga kredit yang tinggi akan membuat naiknya profitabilitas. "Namun sebagai akibatnya risiko Non-Perfoming Loan (NPL) juga ikut naik karena yang bersedia mengambil kredit berbunga tinggi adalah yang tidak bankable," kata Budi kepada Kontan, Kamis (6/7). Lebih lanjut, Budi menyampaikan, dengan bunga kredit tinggi, Loan Deposit Ratio (DPR) kemungkinan masih akan melandai, apalagi jika banyak dari kredit berbunga tinggi ini menjadi kredit macet yang akan membuat bank-bank tersebut mengerem penyaluran kreditnya, sehingga bank digital menjadi lebih selektif dalam menyalurkan kreditnya. Salah satu bank digital di tanah air adalah PT Bank Raya Indonesia Tbk atau Bank Raya, bank digital besutan BRI ini secara hati-hati dan konsisten menjaga kondisi likuiditasnya. "Ini bisa dilihat dari rasio LCR dan NSFR yang selalu berada dimatas ketentuan minimum regulator (>100%), LDR Bank Raya yang berada di kisaran 80% serta rasio RIM yang berada di kisaran 85%," kata Ida Bagus Ketut Subagia Direktur Utama Bank Raya kepada Kontan.
Baca Juga: Bank Mandiri Salurkan Fasilitas Channeling Rp 1 Triliun ke Kredivo Hingga kuartal kedua 2023, kondisi likuiditas Bank Raya masih tergolong aman dan cukup untuk menopang pertumbuhan bisnis kredit digital di tahun 2023. Bank Raya menawarkan suku bunga yang kompetitif untuk digital saving dengan bunga bervariasi mulai dari 3%-4,5%. Bagus merinci untuk menjaga likuiditasnya, strategi Bank Raya salah satunya adalah optimalisasi aset dan liabilitas, dengan memprioritaskan penyaluran kredit digital dan melakukan penghimpunan dana murah melalui digital saving Raya.
Bank Raya menawarkan suku bunga yang bersaing yang dapat diakses dengan berbagai fitur, seperti Saku Jaga, Saku Pintar maupun Saku Utama yang memudahkan nasabah Bank Raya untuk mengelola keuangannya. Bank Raya juga meluncurkan produk Saku Jaga Optimal untuk mengalokasikan dana darurat yang semakin maksimal dengan mengatur pilihan waktu kunci sampai dengan 24 bulan. "Dengan adanya waktu kunci, maka nasabah akan lebih mudah mengontrol dana darurat dengan bunga yang kompetitif berdasarkan waktu kunci yang dipilih," kata Bagus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari