KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis PT Bumi Resources Tbk dinilai masih cukup menantang di sisa tahun ini seiring tren pelemahan harga batubara global. Namun, emiten berkode
BUMI tersebut diyakini mampu bertahan di tengah tekanan yang ada. Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menyebut, pelemahan harga batubara dunia memang berdampak cukup signifikan terhadap kinerja emiten di bidang pertambangan komoditas tersebut. Tak terkecuali BUMI. Hal ini terlihat di kuartal I-2019 yang mana pendapatan BUMI tergerus 24,58% (yoy) menjadi US$ 234,15 juta. Begitu pula dengan laba bersih emiten grup Bakrie tersebut yang anjlok 46,27% (yoy) menjadi US$ 48,44 juta di periode yang sama.
Menurut Robertus, prospek kinerja BUMI ke depannya akan sangat bergantung pada pemulihan harga batubara dunia. Jika berkaca pada kondisi terkini, emiten penghuni indeks KOMPAS100 ini memang masih harus menemui jalan terjal. Sebab, harga batubara dunia masih berada di level yang rendah Mengutip Bloomberg, harga batubara dunia kontrak pengiriman Juli 2019 di ICE Futures berada di level US$ 77 per metrik ton pada Selasa (11/6). Pada 5 Juni lalu, harga batubara sempat merosot ke level terendah di tahun ini yakni US$ 73,50 per metrik ton. Lantas, manajemen BUMI perlu pintar-pintar dalam mengantisipasi dampak tantangan bisnis tersebut sepanjang tahun ini. “Yang paling mudah dilakukan oleh BUMI adalah menaikkan volume produksi sambil berharap akan adanya pemulihan harga batubara global,” ungkap Robertus, hari ini (11/6). Dengan peningkatan produksi, diharapkan BUMI juga mampu menjual batubara dalam jumlah yang lebih besar. Ujung-ujungnya, upaya ini dapat mengompensasi penurunan harga jual yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Robertus sendiri yakin BUMI masih akan produktif pada tahun ini. Kontribusi terbesar diperkirakan berasal tambang di Kaltim Prima Coal (KPC) yang ditaksir bisa memproduksi batubara sekitar 59—60 metrik juta ton di tahun ini. Di waktu yang sama, produksi batubara Arutmin diproyeksikan mencapai kisaran 27—28 juta metrik ton. “Gabungan kapasitas produksi tahunan sekitar 86—88 juta metrik ton saat ini dapat menempatkan BUMI sebagai produsen batubara terbesar di Indonesia,” terang Robertus. Bersamaan dengan itu, ia juga memprediksi volume penjualan batubara BUMI bisa meningkat dari 80,7 juta metrik ton menjadi 87,1 juta metrik ton pada tahun ini.
Lebih lanjut, Robertus percaya proses pembayaran cicilan utang yang dilakukan BUMI tidak akan mengganggu aktivitas bisnis emiten tersebut. Justru, pembayaran utang yang lebih besar dinilai dapat mengembalikan profitabilitas perusahaan pada tahun ini. Berdasarkan berita KONTAN sebelumnya, awal April lalu BUMI mengumumkan telah melakukan pembayaran utang untuk cicilan kelima sebesar US$ 19,85 juta. Dengan demikian, BUMI telah membayar utangnya sebesar US$ 239,39 juta secara tunai. Robertus pun masih merekomendasikan beli saham BUMI. Namun, ia menurunkan target harga dari Rp 450 per saham menjadi Rp 400 per saham. Pendapatan BUMI diperkirakan dapat mencapai US$ 1,23 miliar pada tahun ini, sedangkan laba bersihnya mencapai US$ 259 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto