Analis: Laba berpotensi turun, saham Adaro masih layak beli



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Adaro Energy Tbk (ADRO) pada tahun ini bakal menghadapi tantangan setelah pemerintah membatasi harga batubara domestik market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menetapkan harga batubara DMO untuk pembangkit listrik dengan harga fixed US$ 70 per metrik ton. Harga tersebut berlaku hingga 2019 mendatang.

Analis BCA Sekuritas, Prasetya Gunadi dalam riset 9 Maret, memprediksi bahwa ketika pemerintah membatasi harga batubara DMO, laba bersih ADRO berpotensi turun 15,32% menjadi US$ 409 juta pada akhir tahun 2018. “Proyeksi kami berangkat dari asumsi bahwa harga batubara diperkirakan akan berada di kisaran US$ 90 per metrik ton pada tahun ini,” katanya.


Namun, ia meramal bahwa pendapatan emiten tersebut masih bisa tumbuh, walau tipis sebesar 3,6% menjadi US$ 3,38 miliar pada akhir tahun ini. Hal ini tidak lepas dari potensi meningkatnya jumlah produksi batubara perusahaan menjadi 54,4 metrik ton dan penjualan batubara menjadi 55,1 metrik ton.

Analis Binaartha Parama Sekuritas, Reza Priyambada menambahkan, kemungkinan naiknya jumlah produksi dan penjualan batubara ADRO didukung oleh potensi perbaikan ekonomi Indonesia maupun global. Alhasil, kebutuhan ekspor batubara dari dalam negeri meningkat seiring kenaikan permintaan dari negara-negara lain.

Soal pembatasan harga batubara DMO, Reza berkomentar, pada dasarnya ADRO sulit menghindari kebijakan pemerintah tersebut. Pasalnya, ADRO beroperasi berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sehingga memiliki tanggung jawab kepada pemerintah Indonesia. “Mau tidak mau ADRO akan tunduk pada aturan dari pemerintah,” katanya, Selasa (20/3).

Langkah yang paling realistis dilakukan ADRO adalah tetap menambah porsi penjualan ekspor batubara ke negara lain sembari melakukan efisiensi. Hal ini mengingat pembatasan harga tersebut berpotensi menggerus keuntungan yang diperoleh ADRO, padahal emiten ini juga masih menanggung beban produksi yang besar.

Terlepas dari itu, baik Reza maupun Prasetya tetap merekomendasikan beli saham ADRO. Reza memasang target Rp Rp 2.750 per saham, sedangkan Prasetya memberi target Rp 2.650 per saham.

Pada penutupan hari ini, saham ADRO berada di level Rp 2.070.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini