KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kisruh terjadi di antara pemegang saham PT Garuda Indonesia Tbk. Ini terjadi pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang dilakukan pada Rabu (24/4). Dua komisarisnya yakni Chairal Tanjung yang menjadi perwakilan PT Trans Airways dan Dony Oskaria perwakilan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08% saham emiten berkode saham GIAA menolak laporan keuangan tahun lalu. Penolakan keduanya didasarkan atas Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektiivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tanggal 31 Oktober 2018. Chairal dan Dony berpendapat pendapatan GIAA dari Mahata sebesar US$ 239,94 juta yang sebesar US$ 28 juta dari bagi hasil yang didapatkan PT Sriwijaya Air seharusnya tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018. Akibat aksi protes tersebut pelaku pasar merespon buruk. Harga saham GIAA merosot tajam 7,6% menjadi Rp 462 per saham pada Kamis (25/4). Sejumlah analis berpendapat transaksi tersebut jika berdasakan akuntasi sudah sesuai dengan kodratnya.
Lee Young Jun, analis Mirae Aset Sekuritas berpendapat, pengakuan piutang menjadi pendapatan sah saja dalam laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tentang ikhtiar kebijakan akuntansi pun tertulis jelas bahwa pendapatan menggunakan masa waktu bisa dimasukkan. Dia menjelaskan, pengakuan pendapatan bisa dilakukan karena pendapatan tidak berbasis kas. Kecuali ketika laporan dalam cash flow ini memang harus berbasis cash. "Jadi kalau menurut saya tidak masalah asal sesuai note perjanjian," ujar dia. Dalam note perjanjian laporan keuangan tertulis bahwa kerjasama PT Mahata Aero Teknologi dengan Garuda Indonesia setuju membayar atas kompensasi pemasangan peralatan layanan konektivitas pembayaran akan dilakukan 14 hari setelah kerjasama berakhir. "Bagi saya jika kerjasama yang dilakukan sesuai kontrak maka tidak masalah secara akuntansi," terang dia. Suria Dharma, Kepala Riset Samuel Sekuritas justru melihat banyak unsur kejanggalan atas aksi protes yang dilakukan pemegang saham. Pasalnya menurut dia, kenaikan kinerja GIAA menguntungkan pemegang saham. Pasalnya dengan fundamental yang bagus maka harga saham bisa meningkat. "Saya justru melihat ada yang aneh kenapa pemegang saham harus berbicara di forum terbuka dan tidak dibicarakan secara baik-baik," terang dia. Sebab dengan adanya permasalahan ini harga saham GIAA terbukti anjlok 7,6%. "Efeknya jelek ke kredibilitas Garuda," jelas Suria. Meski memang pemegang saham mayoritas sudah menyetujui laporan keuangan. Akibatnya banyak orang mempertanyakan permasalahan sebenarnya. Dugaan lain, mungkin pemegang saham Sriwijaya yang lain merasa dirugikan karena sudah mulai untung tapi labanya harus dibawa ke Garuda. Padahal laporan keuangan yang dibuat sudah melalui auditor resmi. "Jadi tidak bisa semau-maunya manajemen. Karena sudah ada standar akuntasinya," kata Suria. Karena yang mengaudit juga bisa kena sanksi jika asal memberikan opini. Bagi Suria, prospek kinerja GIAA masih cukup menarik jika tanpa ada permasalahan ini. Manajemen GIAA bahkan akan mengerek target laba sekitar 20% dari target sebelummnya. Perusahaan ini juga berencana ekspansi di kargo, efisiensi dan beberapa hal lain. Tapi karena ada masalah ini, Suria menyarankan tahan sambil menanti permasalahan ini selesai. "Kami belum bikin target tapi manajemen memperkirakan harga bisa ke Rp 800," ujar dia.
Nah tapi jika memang itu menjadi masalah, maka akan berdampak besar bagi laporan keuangan GIAA. Hitungan Lee jika pendapatan yang dipermasalahkan tersebut tidak masukkan dalam pendapatan maka GIAA berpotensi merugi. Di kuartal IV-2018 saja, potensi rugi GIAA mencapai US$ 125 juta. Sedangkan hingga sepanjang 2018 maka potensi rugi GIAA US$ 239,1 juta. Namun, Lee menilai secara fundamental perusahaan ini masih sangat prospektif. Apalagi dengan beberapa langkah efisiensi yang dilakukan. Seperti GIAA memangkas penerbangan yang tidak efisien sehingga berdampak positif bagi penurunan beban operasional hingga 30%. Tak hanya itu, perusahaan ini juga mendapat berkah hasil kerjasama dengan Sriwijaya yang akan membukukan kenaikan kinerja dan market share. Dari sebelumnya 30-an persen menjadi sekitar 50%. Katalis lain adalah ekspansi bisnis GIAA ke kargo yang dapat mengerek kinerja. Karena itu, ia menyarankan beli dengan target Rp 690. Ini dengan potensi pendapatan di tahun ini US$ 4,93 miliar dan laba bersih US$ 74,7 juta. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana